Kita pun perlu melihat cara kita menyampaikan kritik. Tujuannya agar pejabat publik tidak alergi pada kritik. Salah satu cara adalah menghindari catatan kritis yang berbau terlalu personal atau menyerang pribadi seorang pejabat publik.Â
Dalam arti, kita perlu pisahkan antara level latar belakang pribadi dan jabatan yang melekat pada seseorang. Tidak membuat kritik yang berbau fitnah.Â
Apalagi mengritik yang sampai menyinggung aspek SARA. Akan tetapi, kita mengkritisi bagaimana seorang pribadi yang berjabatan menunjukkan kapasitasnya sebagai pejabat publik. Kita mengkritiknya dalam taraf dan kapasitasnya menurut jabatan yang melekat pada diri seorang pejabat publik.Â
Hal lain juga adalah kita perlu belajar situasi sosial dan budaya dari seorang pejabat publik. Tidak asal semprot. Kerap kali terjadi bahwa konteks sosial dan budaya bisa mempengaruhi kita dalam menyampaikan kritik.Â
Ada konteks budaya yang bisa secara terbuka dan terus terang menyampaikan kritik. Kritik di depan publik pun bukanlah masalah.Â
Akan tetapi, ada beberapa konteks sosial dan budaya di mana mengritik seseorang tidak boleh secara terbuka dan terang-terangan. Kritiknya disampaikan secara ramah dan halus, tetapi esensi untuk mengritik tetap ada.Â
Hal-hal seperti ini menjadi standar umum dalam menyampaikan kritik. Kita menyampaikan kritik karena kita tidak mau pejabat publik berlaku sekehendak pribadi.Â
Sebaliknya, mereka juga menyadari bahwa dengan kritik itu mereka bukan bekerja untuk diri mereka sendiri, tetapi mereka bekerja demi nasib banyak orang.Â
Jadi, tak perlu gentar menyampaikan kritik kepada pejabat publik, asalkan kita tidak menyerang secara pribadi dan kita tahu betul latar belakang sosial-budaya dari seorang pejabat publik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H