Bahkan lewat keterpilihan mereka di kontestasi Pilkada menjadi salah satu tolok ukur bahwa mereka sudah mendapat tempat di hati pemilih. Tinggal bagaimana mereka mengembangkan tingkat keterpilihan itu untuk konteks yang lebih luas, seperti Indonesia.
Ambil contoh lain, Presiden Jokowi. Rekam jejaknya sebagai politikus yang memimpin Kota Solo hingga menjadi gubernur DKI Jakarta menjadi bahan yang cukup ampuh dalam meyakinkan banyak pemilih di Indonesia untuk memilihnya. Dengan kata lain, menjadi pemimpin sebuah wilayah dan daerah seperti kabupaten dan provinsi menjadi momen dan kesempatan bagi seorang politikus untuk menunjukkan dirinya. Â
Keterpilihan Gibran di Solo menjadi langkah awal untuk membuktikan dirinya sebagai seorang politikus. Berstatuskan sebagai putera Presiden menjadi nilai plus bagi Gibran untuk mengaktualisasikan diri sebagai seorang politikus.
Status itu bisa membuat media akan selalu meneropong cara dan program kerjanya di Solo. Dengan ini, secara tidak langsung Gibran sering dan gampang terekspos ke publik. Semakin positif yang dilakukan oleh Gibran yang ditampilkan media, semakin positif popularitasnya di mata masyarakat. Bukan tidak mungkin, hal ini bisa melapangkan Gibran untuk tampil di ruang politik yang lebih luas, semisal, Pilkada Gubernur.
Langkah Gibran ini terbilang taktis. Kalkulasi politiknya cukup jelas. Di usianya yang masih sangat muda, Gibran memulai karirnya perlahan tetapi itu bisa membentuknya sebagai seorang politikus yang mendapat kepercayaan positif dari mata masyarakat.
Langkah politik ini bisa menjadi pelajaran bagi AHY. Maukah AHY mengikuti kontestasi Pilkada di daerah?Â
Saya kira kontestasi di Pilkada menjadi langkah terbaik bagi AHY untuk menunjukkan diri sebagai seorang politikus dan pemimpin rakyat. Apalagi jika AHY terpilih. Itu menjadi cara bagi AHY untuk bisa menarik hati pemilih lewat kerjanya sebagai seorang politikus dan sekaligus pemimpin yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Â
Salam