Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Kubur Dendam Politik dan Bangun Persahabatan

20 Desember 2020   19:56 Diperbarui: 21 Desember 2020   15:48 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember lalu tentu menyisahkan pelbagai kisah di kalangan akar rumput. Ada yang bersukacita karena calon yang diunggulkan menang, dan ada pula yang mesti membisu karena calon mereka kalah. 

Situasi ini membahasakan dinamika politik. Gara-gara Pilkada, ada kubu yang terpecah-pecah berdasar jagoan mereka selama pilkada. Dari perspektif demokrasi, situasi ini bukanlah masalah. Malahan ini menunjukkan wajah demokrasi, di mana setiap pribadi tidak terkontrol oleh suara mayoritas. Tiap orang bergerak seturuk kehendaknya untuk memilih.

Beda pilihan bisa menjadi cerminan dari kualitas pemilih. Tidak terkungkung pada satu calon. Juga, tidak ikut arus dalam melihat dan menilai pilihan politik.

Pilkada sudah berlalu. Pemenangnya sudah diketahui.  

Tentunya, gap masih ada di kalangan masyarakat. Apalagi jika dalam masa sebelum Pilkada, tensi yang terjadi begitu tinggi. Terlebih khusus bagi wilayah yang hanya melibatkan dua paket calon Pilkada.

Dua kubu terpecah karena perbedaan pilihan politik. Sejatinya, perbedaan itu berakhir bersama akhir dari masa Pilkada. Kemenangan dari salah satu paket mesti diakui dan diterima dengan tangan terbuka. Bahkan kalau boleh, kemenangan salah satu pihak diselamati secara terbuka.

Pada pihak lain, kubu yang memenangkan kontestasi berani untuk mendekati yang kalah. Pendekatan ini bertujuan agar bisa memulihkan tensi yang sudah tercipta selama masa Pilkada.

Paling tidak, ketika masyarakat melihat pendekatan ini, mereka juga sadar bahwa tujuan akhir dari sebuah kontestasi bukan untuk satu pihak semata. Akan tetapi, itu adalah jalan untuk mendapatkan kebaikan bersama.

Tensi selama masa sebelum Pilkada memang sulit dihindari. Apalagi jika tensi itu dibumbui dengan fitnah dan berita bohong. Ini bisa menyebabkan setiap kubu berada pada situasi panas.

Situasi panas ini bisa berujung pada pola pikir tertentu. Kandidat lain merupakan lawan yang tidak boleh diterima tempatnya ketika kemenangan tercapai. Pintu untuk meraka harus ditutup ketika calon yang diunggulkan menang.

Pola pikir seperti ini membahasakan tentang dendam politik. Dendam karena situasi yang terjadi semasa sewaktu masa kampanye.

Dendam politik bisa menjadi duri dalam daging yang bisa merusak kebersamaan di masyarakat. Alih-alih seorang pemimpin hadir untuk semua masyarakat, malah dia terkurung pada dendam politik yang sudah terbangun sejak masa sebelum pilkada. Ketika pintu rumah dibuka untuk lawan politik, banyak pihak yang melihat itu secara sinis.

Seyogianya dendam politik mesti dihapuskan. Setiap pihak menerima hasil kontestasi politik dengan tangan terbuka. Situasi pilkada merupakan bagian dari kontestasi yang mesti dipelajari dan ditelaah secara rasional, dan bukannya dilihat dari sisi perasaan semata.

Ketika memenangkan kontestasi, setiap pihak mesti berpikir bahwa yang memenangkan kontestasi adalah seorang pemimpin untuk semua, dan bukannya pemimpin untuk segelintir orang, seperti para pengikutnya selama masa sebelum pilkada. Pola pikir ini bisa menjadi jembatan untuk membangun keharmonisan di tengah masyarakat.

Maka dari itu, pemimpin yang memenangkan pilkada juga mesti mempunyai hati untuk merangkul yang kalah dalam kontestasi pilkada. Kalau memang mereka mempunyai potensi untuk membangun, apa salahnya mereka bisa direkrut dan dimintai keterangan dalam membangun wilayah. Toh, setiap calon pemimpin yang maju dalam kontestasi mempunyai satu tujuan yang sama, yakni demi kebaikan bersama.

Jadi, pemimpin yang memenangkan kontestasi berani untuk mengubur dendam politik. Sudah saatnya merangkul siapa saja untuk menjadi bagian dalam proses membangun sebuah wilayah. Lawan politik dijadikan sahabat politik dalam membangun daerah yang sama.  

Bangun persahabatan juga bertujuan agar tensi panas selama pilkada menjadi kendor. Juga, ini menjadi cara untuk menghapus dendam politik pada setiap pendukung dari para calon politik. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun