AC Milan harus puas ditahan imbang 3-3 oleh AS Roma (27/20). Zlatan Ibrahimovic berhasil cetak 2 gol. Hasil ini menempatkan Milan tetap berada di pucuk klasemen sementara, dan masih jadi tim yang belum terkalahkan pada musim ini.
Milan tampil konsisten di awal musim kompetisi 2020/21 ini. Sebenarnya, penampilan impresif ini sudah berlangsung selepas jeda pandemi corona. Milan belum sekalipun mengecap kekalahan dari 17 pertandingan. Anak asuh Stefano Pioli sukses meraih 13 kemenangan dan 4 kali seri termasuk dalam laga kontra AS Roma dinih hari tadi.
Kebangkitan Milan diwarnai oleh kehadiran sosok yang sudah familiar dengan Serie A Italia, Zlatan Ibrahimovic. Saat dia mencetak dua gol kemenangan kontra tim sekota Inter Milan, dengan gaya khasnya Ibra mengatakan bahwa di Milan tidak ada raja. Yang ada hanyalah dewa.
Pernyataan itu mau menepis pernyataan Romelu Lukaku saat Inter berhasil memukul Milan 4-2 pada derby Milano di bulan Februari musim lalu. Pada saat itu, Lukaku menyatakan dirinya sebagai raja baru di kota Milan.
Tidak butuh waktu lama bagi Milan membungkam saudara sekotanya itu. Ibra yang merupakan mantan pemain Inter, mencetak 2 gol pembawa duka lara bagi Lukaku dan kawan-kawan. Ibra menghadirkan kekalahan pertama bagi Inter pada musim ini. Â
Ibra terus menunjukkan pesonanya di Liga Italia. Gol pertama yang dicetak menit pertama ke gawang AS Roma, barangkali mengingatkan Milanisti pada Filipo Inzaghi, striker yang cukup lihai saat bermain di bawah kepelatihan Carlo Ancelotti. Terkenal dengan pergerakannya yang tak terduga, berada pada waktu yang tepat, dan jeli membaca aliran bola ke gawang lawan.
Dengan dua golnya ini, Ibra pun berhasil mencatatkan diri pada pemuncak top skorer sementara Liga Italia. 6 gol. Beda 1 gol dari Lukaku.
Apabila striker jangkung ini tetap menjaga konsistensinya, bukan tidak mungkin dia bisa mencatatkan namanya sebagai top skorer di akhir musim.
Kehadiran Ibra tentu membawa poin positif tidak hanya bagi Milan tetapi bagi kompetisi Liga Italia. Walau usianya tidak muda lagi, Ibra hadir sebagai sosok yang haus kemenangan.
Dengan apa yang sedang ia pertunjukkan, usia bukanlah masalah. Mentalitas seorang Ibra lah yang bisa memberikan efek positif bagi Milan sendiri dan kompetisi Liga Italia.
Dengan ini pula, Liga Italia tidak hanya mengharapkan nama sang megabintang Cristiano Ronaldo yang bermain bersama Juventus. Ibra hadir dengan pesonanya tersendiri. Hadir dengan gaya dan kemampuannya di lapangan hijau.
Kehadiran dan pesona Ronaldo sendiri tak diragukan mengangkat wajah Liga Italia di mata publik. Liga yang pernah ditimpa skandal keuangan, Calciopoli, ini perlahan bangun dari masa-masa sulit tersebut.
Para pemain bernama besar mulai berdatangan, walaupun mereka hanya bermigrasi pada tim-tim yang secara tradisional tampil gemilang di Liga Italia seperti Inter Milan, AS Roma, AC Milan, dan Juventus.
Padahal, Ibra datang dari MLS Amerika Serikat. Bukannya turun gunung, Ibra seolah kembali naik gunung untuk menguji mentalitasnya sebagai seorang striker hebat. Â
Mengutip Goal.com (26/10), mantan pelatih Milan dan Juventus menyampaikan kepada Il Gironale bahwa kehadiran Ibra telah memberikan kesimbangan melebihi Ronaldo. Hal ini didasari pada peran dan pengaruhnya pada penampilan AC Milan.
Pasalnya, Ronaldo tiba di Juventus dua musim lalu saat klub tersebut masih kuat mendominasi Liga Italia. Pengaruhnya tidak terlalu kentara karena Juventus sendiri berada pada level yang cukup superior di Liga Italia. Kecuali kalau Ronaldo berhasil membawa tim zebra itu meraih trofi Liga Champions.
Sebaliknya, Ibra datang ke AC Milan di saat tim ini masih timpang. Bersama dengan talenta-talenta muda, Ibra berupaya memberikan kontribusi terbaiknya kepada tim.
Tambahan dua gol ke gawang AS Roma pun mempertegas pengaruh Ibra di AC Milan. Dia datang ke AC Milan bukan sekadar sebagai pelapis yang menghangatkan bangku cadangan.
Menariknya, Milan sendiri mempunyai skuad yang paling muda di Eropa. Kehadiran Ibra paling tidak memberikan efek berarti kepada para pemain muda itu. Pengalaman dan mentalitas kuatnya bisa mendongkrak para pemain muda untuk tidak gampang menyerah di lapangan hijau. Â
Kebangkitan Milan juga tidak lepas dari peran Pioli. Pelatih yang sebenarnya hanya dikontrak sementara waktu ini berhasil mengubah permainan Milan. Pioli membangun Milan sejak bulan September. Selepas jeda karena pandemi.
Terbukti dari statistik Milan sejak saat itu. 17 laga tak terkalahkan dengan menang 13 laga dan 4 kali seri termasuk seri kontra AS Roma. Catatan yang cukup gemilang. Bahkan ini mencatatkan rekor tersendiri dari lima liga besar di Eropa sebagai tim yang belum terkalahkan di Liga.
Dengan skema 4-2-3-1, Pioli menempatkan Ibra yang sudah makan asam garam di lini depan sebagai komando penyerang. Juga Pioli berhasil mengangkat performa pemain timnas Turki, Hakan Calhanoglu  yang berperan sentral sebagai gelandang serang Milan.
Selain itu, Pioli membentuk lini belakang yang solid. Dari lima laga, Milan hanya kebobolan 4 gol.
Musim kompetesi masih terlalu dini. Paling tidak, Milan sudah mengecap laga berat seperti kontra Inter Milan dan AS Roma.
Keberhasilan Milan bangkit dari keterpurukan merupakan wajah baru di Liga Italia. Kebangkitan Milan ini juga diwarnai oleh pengaruh seorang Ibra. Meski berusia gaek, "Si Singa" sudah memberikan warna tersendiri di Liga Italia dan menghadirkan efek di Milan.
Milan sementara bangkit. Juventus tidak terlalu konsisten. Inter Milan masih amburadul. Situasi-situasi seperti ini bisa menentukan langkah Milan dalam meraih trofi.
Kebangkitan Milan juga bisa membuat Liga Italia bisa kembali seperti di tahun 90-an, di mana Juventus, AC Milan, dan Inter Milan kerap mendominasi Eropa. Bukan tidak mungkin, ini juga menjadi jalan awal untuk kembali tampil memesona di Liga Italia dan kompetisi Eropa. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H