Demi relasi itu, seseorang rela mengorbankan kewarganegaraan dan menjadi warga negara lain. Mengorbankan di sini bukan berarti merendahkan status kewarganegaraan aslinya. Akan tetapi, ini bisa menjadi cara agar bisa menghidupi relasi dan keluarga dengan situasi yang nyaman. Situasi yang nyaman itu tercipta lewat status sebagai warga negara.Â
Kadangkala agak rumit menjadi orang asing di negara orang. Kerumitan itu bisa disebabkan oleh tuntutan dari sebuah negara. Kerumitan ini bisa saja menggangu relasi dan situasi keluarga. Maka dari itu, lebih baik memilih untuk pindah kewarganegaraan daripada dibelenggu oleh kerumitan-kerumitan yang bisa mengganggu relasi dan keluarga.
Di balik tiga faktor ini, saya tetap sepakat pada ungkapan "tidak ada tempat seperti rumah (negara) sendiri." Walaupun seseorang sudah memilih pindah warga negara, dia pasti tetap mempunyai keterikatan tersendiri pada negara asalnya sendiri. Keterikatan itu sulit dijelaskan. Akan tetapi, itu bisa terbahasakan lewat rasa rindu untuk mengalami situasi negara sendiri.Â
Sangat sulit melupakan negara asal sebagai rahim yang telah membentuk dan mendidik seseorang menjadi seorang pribadi. Barangkali seseorang menemukan kenyamanan tertentu di negara orang, tetapi itu tidak bisa menggantikan keterikatan batin dengan negara asal sendiri.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H