"Jaga Poti Nitu Sina," demikian kata-kata orangtua saya sewaktu masih kecil apabila keluar rumah di malam hari. Ini adalah bahasa Manggarai, Flores. Secara harfiah ini berarti "awas setan di situ." Biasanya, ketika mendengar kata-kata itu mencuat rasa takut untuk pergi keluar rumah atau tempat yang dianggap sebagai tempat berdiamnya setan.Â
Kata-kata ini kerap kali disampaikan oleh orangtua. Orang tua di sini juga tidak terbatas pada ayah dan ibu. Ini juga melingkupi kakak, om, tanta, dan yang dituakan di rumah.Â
Pendeknya, pernyataan ini bertujuan untuk menakuti seorang anak agar dia bisa menuruti kata-kata orangtua. Atau juga, ini bertujuan untuk mengendalikan seorang anak agar tidak melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki.Â
Tahun lalu saya berlibur ke rumah keluarga. Keponakan saya yang belum dua tahun mau keluar dari rumah di atas jam enem sore. Situasi sudah gelap di luar rumah.
Karena sulit mengontrolnya, ibunya yang sekaligus adik ipar saya mengeluarkan kata-kata "awas setan" di luar rumah. Kata-kata itu dibarengi dengan aksi tertentu, seperti menarik keponakan saya itu masuk ke rumah dan kemudian mendekapnya seolah melindunginya dari sesuatu.
Entah dia mengerti atau tidak, yang pasti dia merasa ada sesuatu yang tidak beres kalau berhadapan dengan situasi malam di luar rumah. Semakin sering hal ini disampaikan, semakin pula dia merekam kata-kata itu sebagai sesuatu yang bernuansa menakutkan. Dengan ini pula, kelak dia bisa saja menjadi takut keluar rumah pada saat malam hari.
Hal ini terbukti pada kakaknya yang sudah berada di kelas 3 SD. Kalau pergi ke toilet di waktu malam, dia harus ditemani oleh ayah atau ibunya. Kalau tidak, dia menangis dan merengek untuk ditemani. Padahal, toilet masih berada di dalam area rumah. Hal ini bisa terjadi karena pola pendidikan sebagaimana yang dilakukan pada adiknya.Â
Tidak hanya itu. Ketika seorang anak menangis di waktu malam, seorang ayah atau ibu akan menenangkan dengan cara menyampaikan pernyataan, "Awas setan. Berhenti menangis." Kalau tidak berhenti menangis, mereka ikut menambahkan situasi menjadi lebih menakutkan. Misalnya, mereka akan memukul jendela dan mengatakan kalau tidak berhenti menangis setan bisa masuk ke dalam rumah.
Ya, entah sadar atau tidak, pernyataan seperti "awas setan" atau juga kata-kata yang serupanya kerap menghadirkan rasa tertentu di dalam diri seorang anak. Rasa takut pada situasi tertentu. Misalnya, rasa takut keluar rumah kalau malam hari. Atau juga, rasa takut tidur sendiri di dalam kamar walaupun siang hari.
Semuanya ini tidak lepas dari pola pengajaran yang disampaikan orangtua. Barangkali intensinya untuk menenangkan anak. Akan tetapi cara itu malah memberikan dampak psikologi tertentu kepada anak.
Pernyataan awas setan juga serupa dengan pola pikir seperti kuburan adalah tempat angker. Untuk konteks tertentu, orang merasa takut untuk duduk apalagi berbaring di atas kuburan.
Namun, untuk wilayah tertentu, mereka terbiasa tidur di atas kuburan yang terbangun di depan rumah. Sewaktu masih tinggal di kabupaten Sikka, Flores, beberapa kali saya melihat orang baring dan bahkan tidur nyenyak di atas kuburan. Tentunya, kuburan salah satu anggota keluarga mereka yang terletak di depan atau sampin rumah. Bahkan kuburan-kuburan dirumahkan sehingga menjadi nyaman.
Di wilayah pegunungan bagian utara Filipina, ada sebagaian masyarakat yang membangun kuburan di dalam rumah. Bagi mereka hal itu sangat lumrah dan tidak menjadi sesuatu yang menakutkan.