Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjadi sorotan publik beberapa hari terakhir. Sorotan ini terlahir karena keputusannya yang mengembalikan status Pembatasan Sosial Berskala Besara (PSBB) di wilayah DKI Jakarta. PSBB ini akan berlaku efektif pada 14 September.
Sontak saja, keputusan ini mendapat reaksi dari pelbagai pihak. Beberapa menteri dari kabinet Jokowi ikut bersuara mengritisi kebijakan Anies. Dalil di balik kritik mereka adalah dampak dari PSBB bagi situasi ekonomi.
Tidak hanya itu, beberapa pihak juga mengaitkan itu dengan politik. Tidak salah untuk mengaitkannya dengan politik, namun sekiranya keputusan itu demi kepentingan politik yang mengorbankan kepentingan banyak orang. Â
Terlepas pro dan kontra tentang keputusan Anies, satu hal yang pasti bahwa posisinya sebagai Gubernur DKI menjadi nilai plus sebagai seorang politisi. Apabila Anies mau maju di langkah yang lebih jauh seperti Pilpres 2024, pengalaman di DKI Jakarta bisa menjadi salah satu jaminan bagi beliau untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang politisi.
Paling tidak, pengalaman dan keberadaan di Ibukota mendongkrak popularitasnya. Semakin beliau disorot, didiskusikan, dan diperbincangkan, semakin beliau dikenal. Terlepas apakah yang diperbincangkan itu menyangkut hal yang positif ataukah tidak. Paling tidak, nama beliau selalu muncul di permukaan publik.
Anies menjadi salah satu sosok yang mungkin patut dipertimbangkan pada pilpres mendatang. Nilai jualnya cukup tinggi. Terbukti pada Pilgub DKI. Tanpa arah angin, Gerindra langsung menariknya menjadi lawan dari Ahok. Ini berarti Anies mempunyai nilai plus yang bisa menguntungkan.
Tinggal bagaimana dan partai politik apa yang mau merekrut mantan menteri pendidikan di era Jokowi ini. Bagaimana pun, kendaraan politik menjadi salah satu hal yang mutlak perlu untuk memuluskan langkah bertarung di Pilpres.
Selain itu, ada juga sosok Gatot Nurmantyo. Mantan panglima TNI mencuat ke permukaan beberapa pekan terakhir berkat pergerakannya dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Koalisi ini didukung oleh banyak tokoh yang secara umum berseberangan dengan pemerintah. Gerakan ini menilai diri mereka sebagai gerakan moral. Akan tetapi, melihat catatan kritis yang disampaikan, gerakan ini juga secara tidak langsung berhubungan dengan motif politik.
Barangkali saat ini KAMI hanyalah sebuah gerakan kecil. Gerakan ini bisa berkembang pesat andaikata mereka berhasil masuk ke level masyarakat dan membawa pesan yang sesuai dengan konteks dengan masyarakat. Kalau masyarakat menerima dan memahami gerakan ini, pada akhirnya itu menguntungkan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya, termasuk Gatot Nurmantyo.
Dengan ini, sosok Gatot Nurmantyo bisa mempunyai daya pikat di masyarakat. Daya pikat ini berujung pada ketertarikan masyarakat untuk menempatkannya di bursa calon presiden ataukah wakil presiden. Bahkan parpol juga bisa melirik beliau sebagai kandidat.