Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada 2020, Momen Adu Gagasan dan Bukan Adu Fitnah

7 September 2020   09:53 Diperbarui: 7 September 2020   10:01 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Tribun News.com

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan sebuah bentuk dari pesta rakyat. Rakyat yang menempatkan diri sebagai pemilih merayakan pilkada sebagai kesempatan untuk mencari pemimpin yang tepat.

Kalah dan menang adalah bagian dari kontestasi. Perdebatan di antara pendukung juga warna dari kontestasi tersebut. Di saat akhir dari kontestasi, setiap orang kembali bersatu tanpa terikat pada perbedaan yang terjadi di waktu pilkada.

Seyogianya, rakyat merayakan pesta ini dengan pikiran dan hati yang bersih. Kebersihan pikiran dan hati ini menjadi mungkin apabila para kandidat dan pendukungnya yang berkontestasi menghadirkan jamuan yang berbobot.

Jamuan yang berbobot pada level pilkada bisa muncul lewat gagasan dan program para kandidat. Mereka membawa program-program yang bisa memberikan angin perubahan bagi masyarakat. Program-program itu membuka mata masyarakat tentang makna pemilihan secara langsung itu sendiri.

Dengan kata lain, pilkada bukanlah sekadar rutinitas pesta lima tahun sekali. Akan tetapi, itu adalah momen belajar berpolitik dan menyatakan hak politik di dalam iklim demokrasi. Pendeknya, pilkada adalah kesempatan untuk mencari pemimpin yang membawa perubahan dan bukan menciptakan sekat di tengah masyarakat.

Maka dari itu, sangat disayangkan jika para kandidat masih menggunakan cara-cara sempit untuk memenangkan sebuah kontestasi. Cara-cara sempit itu nampak lewat kampanye-kampanye negatif, seperti menciptakan fitnah kepada lawan politik atau lebih mempersoalkan latar belakang lawan politik.

Kalau skenario seperti ini yang dimainkan, maka marwah pilkada sebagai pesta demokrasi dari dan untuk rakyat menjadi tercoreng. Itu bukan lagi pesta demokrasi, tetapi pesta demi kepentingan semata untuk segelintir pihak. Dampak lanjutnya, pada saat pilkada berakhir, masyarakat terpecah belah dan pemimpin pun pilih kasih dalam memilih.  

Seharusnya, momen pilkada bukan saja kesempatan bagi para kandidat untuk menunjukkan diri, tetapi itu juga kesempatan bagi masyarakat untuk belajar. Rakyat belajar dari para kandidat yang mengaktualisasikan diri sebagai pemimpin yang pantas untuk memenangkan sebuah kontestasi.

Kecakapan para kandidat dalam menyatakan ide, merangkai program, dan menawarkan aksi politik bisa menjadi pelajaran politik kepada masyarakat. Namun, saat para kandidat hanya bermain politik dengan menggunakan fitnah, hal itu tidak memberikan pelajaran politik sama sekali. Malahan, itu bisa menciptakan sekat di tengah masyarakat yang bisa saja berujung pada konflik horisontal.  

Salah satu poin positif yang ditekankan dalam pilkada adalah adu gagasan berupa program kerja antara para calon. Para calon menunjukkan gagasan-gagasan politik yang menyata lewat program kerja.

Bahkan gagasan-gagasan itu dibenturkan kepada gagasan-gagasan pada lawan politik. Dengan kata lain, ada adu gagasan di antara para calon, dan bukan adu fitnah.

Program kerja diperdebatkan, dikritisi, dan bahkan dipersoalkan guna bisa mendapatkan konstruksi gagasan yang tepat sasar bagi konteks hidup masyarakat. Sementara itu, pribadi para calon tidak perlu dilibatkan dalam perdebatan itu.

Pada titik ini, perlu pembedaan antara ruang publik dan ruang pribadi. Ruang publik itu melingkupi program kerja, yang mana itu terbuka untuk dikoreksi dan ditambahi oleh para pendukung maupun lawan politik.

Ruang privat itu menyangkut pribadi para calon politik. Latar belakang mereka tidak perlu terlalu dipersoalkan. Toh, setiap orang maju dalam kontestasi politik karena mereka layak seturut kriteria yang telah diatur dan pantas di mata masyarakat.

Pada bulan-bulan ke depan, pastinya kita berhadapan dengan semarak pilkada. Siapa pun ingin agar pesta demokrasi ini memberikan pelajaran politik bagi rakyat. Harapannya pula, pesta demokrasi ini juga bermartabat.

Pelajaran politik itu hadir lewat adu program para kandidat. Juga pesta demokrasi ini menjadi bermartabat lewat penghargaan di antara pribadi para calon walaupun berbeda haluan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun