Sebut saja namanya Tina. Salah satu tetangga saya di sini, Filipina. Karena usianya lebih tua dari saya, maka saya kerap kali memanggilnya dengan sebutan Manang Tina.
"Manang" adalah bahasa Ilokano, salah satu bahasa yang umumnya digunakan di bagian Utara Filipina. Manang merupakan sebutan untuk seorang perempuan yang lebih tua.
Dia mempunyai tujuh orang anak. Tiga anak perempuannya sudah menikah. Mereka menikah di usia yang sangat muda. Ada yang menikah selepas tamat SMA.
Karena ini, mereka harus melepaskan bangku sekolah dan memilih tinggal di rumah atau berjualan sayur dari rumah ke rumah. Sementara itu, suami mereka adalah pekerja bangunan.
Ketika mendengar pengakuan Manang Tina tentang jumlah anaknya, saya agak terkejut. Sebelumnya saya mengira jika dia seorang perempuan tak bersuami. Pasalnya, dia selalu pergi sendirian. Belum lagi, fisiknya yang terlihat kecil dan kurus.
Sejak beberapa tahun lalu dia memilih berpisah dengan suaminya. Satu-satunya alasannya adalah kekerasan di dalam rumah tangga.
Judul tulisan ini merupakan pengakuannya di suatu senja. Pengakuan itu bermula ketika saya menanyakan tentang jumlah cucunya. Menurutnya, dia memiliki 14 orang cucu.
Tidak sampai di situ, dia mulai berkisah tentang kehidupannya. Tanpa ragu, dia bercerita tentang pengalaman masa silam. Luka dari masa silam masih membekas. Pasti, akan sulit untuk dilupakan.
Menurutnya, hanya anak-anak dan beberapa cucunya yang menjadi sumber kebahagiannya saat ini. Sebagaian besar dari mereka memilih untuk tinggal dengannya. Sementara itu, suaminya tinggal sendiri, di rumah yang menjadi rumah keluarga mereka.
Perlakuan kasar dari suaminya menyebabkannya untuk pisah rumah. Lebih baik tinggal berpisah dan memutuskan hubungan daripada selalu diperlakukan dengan kasar.
Terlebih lagi, suaminya sendiri suka minum minuman keras. Tidak jarang, ketika sudah mabuk, suaminya berlaku kasar.