Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema PJJ dan Benturan Subsidi Pulsa, Antara "ML" dan Belajar

19 Agustus 2020   19:05 Diperbarui: 19 Agustus 2020   19:03 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena ini, tempat itu pun dikenal sebagai tempat "ML". Kalau tidak memahami istilah ini, bisa jadi langsung terperangkap pada pikiran negatif. Mungkin saja, orang hanya berpikir ML dengan istilah "Making Love." Padahal, itu berarti Mobile Legends, salah satu permainan yang diminati banyak anak saat ini.

ML menjadi kegemaran banyak anak mungkin karena cara bermainnya. Dua orang anak bisa bertanding pada satu permainan yang sama dengan menggunakan smartphone berbeda. Karena ini, tidak heran anak-anak begitu tertarik untuk menghabiskan banyak waktu bermain game ini. Terlebih lagi, jika mereka melakukan kompetesi.

Situasi ini menjadi tantangan dari seruan Pjj. Boleh jadi akan ada benturan antara ML dan belajar online. Saya kira tidak sedikit anak yang boleh jadi tertarik menghabiskan waktu untuk ML, tetapi akan cepat bosan belajar dengan sistem online. Terlebih lagi, jika metode pembelajaran lewat online tidak menarik dan menangkap antusiasme mereka untuk belajar.

Hal yang sama juga dengan wacana mensubsidi pulsa. Mensubsidi pulsa ke siswa cukup rumit. Tidak gampang untuk memantau apakah seorang siswa sungguh-sungguh memanfaatkan pulsa tersebut demi kepentingan belajar, ataukah menggunakan pulsa tersebut untuk kepentingan lain, seperti bermain ML.

Hemat saya, subsidi pulsa tidak serta merta memungkinkan Pjj berjalan sebagaimana mestinya. Yang paling utama adalah menyiapkan karakter anak/siswa sendiri. Dengan kata lain, apa pun medium pembelajaran baik itu di sekolah, di rumah maupun lewat Pjj, seorang anak tetap sadar tentang pentingnya belajar.

Inilah hal yang perlu dibangun. Pada titik ini, orangtua menjadi garda terdepan untuk meyakinkan anak. Apa pun media pembelajaran di masa pandemi, anak tahu dan sadar jika mereka mesti belajar. Bukannya, hanya fokus pada instrumen, tetapi tanpa dibarengi dengan pembentukan karakter setiap anak/siswa.

Paling pertama dan utama adalah membentuk karakter seorang anak yang berlaku sebagai siswa. Misalnya, seruan bahwa bermain ML selama seharian tidak baik untuk seorang siswa. Orangtua seharusnya berani untuk mengontrol pemakaian smartphone.

Bukannya orangtua membiarkan itu terjadi, tetapi saat pembelajaran jarak jauh ditetapkan orangtua menjadi kaku dan mengeluh dengan situasi yang terjadi. Terlebih lagi, jika orangtua mengeluh pada ketiadaan pulsa. Lantas, apa bedanya pulsa yang dipakai untuk ML dengan Pjj?

Pjj menjadi alternatif pemerintah untuk menanggapi situasi pandemi. Seyogianya, langkah pemerintah ini ditanggapi bersama, dan bukannya saling menyalahkan. Lebih jauh, Pjj merupakan tantangan yang bisa membuka mata tentang arah pendidikan di waktu yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun