Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kemesrahan PDIP dan Gerindra, Akankah Anies Baswedan Dilirik?

9 Agustus 2020   21:24 Diperbarui: 9 Agustus 2020   21:21 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjumpaan antara Megawati dan Prabowo Subianto menandakan pertemuan dua partai besar di tanah air, PDIP dan Gerindra. Apa makna dari relasi ini? Sangat sulit dipahami. Sumber foto: Safir Makki/CNN.Indonesia

Tidak ada teman abadi dalam dunia politik. Yang abadi adalah kepentingan politik. Demikian kira-kira motif dalam dunia politik.

Motif berpolitik ini juga lekang dilakonkan di tanah air. Pada kontestasi pemilu tertentu, dua partai bisa beradu argumen, berseberangan secara tajam, dan saling sikut soal program kerja. Namun, situasi mencair jika kepentingan yang sama dipertemukan.

Adalah PDIP dan Gerindra, dua partai politik yang mempunyai pengaruh di tanah air. Di beberapa kontestasi politik yang terjadi di tanah air kedua partai acap kali berseberangan.

Yang paling mencolok pada Pilkada di DKI Jakarta 2017 hingga Pilpres 2019, dua partai politik ini berseberangan secara tajam. Silang pendapat menghiasi para kader politik dari kedua partai politik. Memang itu normal bila ditimbang dari sudut pandang sebuah kontestasi politik.

Namun, situasi di antara kedua partai mencair. Alih-alih Gerindra menjadi oposisi untuk pemerintahan Jokowi dan Amien Maruf, secara mengejutkan Jokowi merekrut anggota kabinetnya dari Partai Gerindra.

Tidak tanggung-tanggung, Jokowi menjadikan Prabowo lawan politiknya di Pilpres sebagai menteri pertahanan. Tidak hanya Prabowo Subianto. Jokowi juga merelakan tempat dari ibu Susi Pujiastuti pada Edhy Prabowo sebagai menteri kelautan dan perikanan. Sangat sulit dipahami tetapi inilah wajah dari sebuah dinamika politik.

Lagi-lagi, dalam politik tidak ada musuh abadi. Kepentingan berbeda boleh saja abadi. Akan tetapi saat kepentingan kedua kubu politik mempunyai titik temu yang sama, keduanya bisa bersatu menjadi teman politik.

Relasi antara PDIP dan Gerindra terlihat kian mesrah pada akhir-akhir ini. Paling tidak semenjak Gerindra masuk kabinet Jokowi Jilid II.

Kemesrahan itu menyata lewat kehadiran Megawati. Megawati yang merupakan pemimpin PDIP memberikan sambutan pada Kongres luar biasa partai Gerindra.

Salah seorang politikus partai Gerindra, Andre Rosiade menyatakan jika kesempatan yang dilimpahkan kepada Megawati itu berkaitan erat dengan statusnya sebagai seorang mantan Presiden (CNN.com 9/8/2020).

Mengapa SBY tidak dilibatkan? Lagi-lagi, ini adalah dinamika politik yang sangat sulit dicerna.

Jawabannya juga hanya bisa dilihat dari kaca mata politik. Boleh jadi ini merupakan upaya penyatuan dua kekuatan besar.

Tujuannya bisa saja jangka pendek, yakni soal kontestasi politik yang berlangsung di beberapa daerah pada Desember tahun ini. Atau pun, ini berhubungan dengan soal jangka panjang yakni kontestasi Pemilu Presiden 2024 mendatang.

Tahun 2024 masih jauh kalau dipikirkan. Namun, bagi para politikus waktu ke arah 2024 itu bisa terbilang singkat. Terlebih lagi, ini adalah waktu terakhir bagi Jokowi berada di kursi nomor satu RI. Dengan demikian, ruang terbuka lebar bagi siapa saja untuk mencalonkan diri.

Tentunya, PDIP tidak mau begitu saja memberikan kursi kekuasaan kepada partai lain. Pengaruh PDIP masih terbilang kuat di kalangan pemilih di tanah air. Pada situasi seperti ini pula, Gerindra barangkali berniat untuk meraih kursi nomor satu RI ini di tahun 2024. Prabowo bisa menjadi kandidat dari partai berlambang garuda ini.

Maka dari itu, mendekatkan diri kepada PDIP adalah salah satu cara. Apabila Prabowo masih berniat maju, mendapat simpati PDIP bisa menjadi langkah politik yang cukup strategis.

PDIP sendiri mempunyai beberapa calon yang patut diperhitungkan. Dalam sebuah poling, salah satu kader PDIP yang sekaligus gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendapat suara terbanyak. Bahkan jumlah suaranya melebih suara dari pemimpin umum dari Gerindra, Prabowo Subianto (the Jakarta Post 22/7/20).

Melihat poling ini, PDIP pastinya menaruh harapan jika tempat Jokowi kembali diisi oleh kader mereka sendiri. Kalau skenario ini yang dimainkan, bisa-bisa Gerindra mendapat tantangan serius di 2024. Makanya, berkoncoh dengan PDIP bisa menemukan jalan tengah yang memberikan keuntungan bagi Gerindra sekaligus dengan PDIP sendiri. Artinya, kedua partai sepakat menduetkan calon dari kedua partai.

Lantas bagaimana dengan Anies Baswedan? Gubernur DKI Jakarta ini tetap mempunyai daya tarik di dunia politik tanah air.

Melansir berita dari Pos Kupang.com (21/7/2020), berdasarkan survei indikator politik, Anies Baswedan berada di tempat kedua setelah Ganjar Pranowo. Di tempat ke-3 ada Prabowo Subianto.

Menyimak survei yang dibuat ini bisa dinilai jika Anies mempunyai daya tarik tersendiri dalam kontestasi politik.

Walau demikian, kendaraan politik sangatlah penting. Andaikata Gerindra merapat ke PDIP, misalnya, guna menduetkan Prabowo dan Ganjar Pranowo, Anies mesti mencari kendaraan politik yang bisa melanggengkan pencalonannya pada kursi presiden.

Daya tarik Anies di satu sisi bisa melanggengkannya untuk digaet oleh partai-partai lain. Itu pun jika partai-partai lain tidak berkehendak pada figur-figur lain.

Anies sendiri naik bangku Gubernur DKI Jakarta berkat upaya Gerindra. Kecuali jika Prabowo tidak berniat untuk menjadi pemimpin nomor satu. Dalam arti membiarkan kandidat lain seperti Anies untuk diduetkan dengan calon dari PDIP. Ini bisa menjadi jalan tengah yang memberikan tempat untuk Anies berkontestasi di Pilpres.

Kedekatan PDIP dan Gerindra sangat sulit diterka pada saat ini. Situasi bisa berubah cepat bergantung pada kepentingan setiap partai. Boleh jadi, kedekatan itu hanya sementara waktu. Boleh jadi juga, kedekatan itu merupakan investasi jangka panjang, termasuk kursi presiden 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun