Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nong Ustong, Rahasia Sukacita di Balik Pengalaman Pahit 8 Tahun Lalu

8 Agustus 2020   08:38 Diperbarui: 8 Agustus 2020   08:35 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nong Ustong. Sumber foto: Dokpri

Nong Ustong, demikian orang-orang memanggilnya. "Nong" sendiri titel yang diberikan kepada orang yang lebih tua. Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan dengan "Kakak".

Namun, baginya titel "Nong" sulit dilepaspisahkan dari namanya. Karenanya, banyak orang-orang yang lebih tua darinya tetap memanggilnya dengan "Nong Ustong".

Banyak orang yang mengenalnya. Terlebih khusus, di kabupaten di mana dia tinggal. Pasalnya, dia pernah bekerja sebagai salah satu pekerja di perahu.

Di tahun 90-an belum ada jembatan yang menghubungkan ibukota provinsi dan kabupaten ini. Sebagai sarana transportasi, masyarakat memanfaatkan jasa perahu. Nong Ustong bekerja di salah satu perahu. Bertugas seperti konduktor.  

Karena ini, tidak heran banyak orang yang mengenalnya. Setelah jembatan dibangun, dia pindah haluan. Dia bekerja pada salah satu keluarga yang berurusan pada jual beli sapi.

Usianya tidak muda lagi. 64 tahun. Untuk kategori Filipina, pada usia 60 tahun ke atas, mereka disebut sebagai senior citizens.

Sebagai senior citizens, mereka mendapatkan pelbagai kemudahan. Seperti misal, diskon 25 persen saat membayar biaya transportasi, makan di restauran, ada jadwal nonton film gratis, dan pelayanan lainnya.  

Akan tetapi beliau masih berenergi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berat. Parang selalu melilit di pinggangnya. Titel senior citizens pun seolah belum pantas dilakoninya.  

Setiap hari sejak dini hari, dia sudah keluar dari rumah. Ke kebun ataukah ke salah satu bukit di mana dia menempatkan beberapa ekor sapinya. Begitu pun sore hari.

Melihat energi dan semangatnya ini, Nong Ustong terlihat seolah tak seperti berusia 64 tahun. Masih kuat melakukan pekerjaan berat.

Kalau tidak ada pandemi, dia setia mengikuti salah satu truk penjualan sapi. Mereka melakukan perjalanan selama 5-6 jam tanpa peduli panas.

Pernah saya bertanya tentang nasib usaha tersebut. Menurutnya, pemerintah melakukan pembatasan. Hanya boleh tiga orang yang diikutsertakan dalam perjalanan. Biasanya mereka terdiri dari 6 orang sekali perjalanan. Karena pembatasan ini, dia tidak dilibatkan.

Apalagi dalam perjalanan ini, dia dan beberapa orang tinggal di bagian belakang truk tanpa beratap. Sewaktu pergi ke kota tempat penjualan, mereka ditemani beberapa ekor sapi. Sewaktu pulang, pelbagai barang ditempatkan di belakang truk.

Pastinya, situasi hujan dan teriknya matahari menghiasi perjalanan mereka. Namun, itu tidak menyurutkan langkahnya untuk melakukan pekerjaannya.

Semua itu dijalani. Tak sekalipun saya mendengar keluhan tentang susahnya perjalanan hidup. Malah, dia bercerita dengan penuh semangat tentang pengalamannya itu.  

Satu hal yang saya perhatikan dari Nong Ustong adalah sifatnya yang selalu ceria. Tampak tak memiliki beban di dalam hidup. Setiap pekerjaan dijalani dengan kesetiaan tanpa protes.

Pernah saya meminta membersihkan halaman kompleks tempat tinggal kami. Seharian dia bekerja. Lalu, tanpa bertanya tentang upahnya, saya memberikan sejumlah uang. Dia tidak protes. Malah, dia hanya mengatakan "Terima Kasih." Padahal, apa yang saya berikan belum tentu sesuai dengan pekerjaan yang dijalaninya seharian.  

Mungkin karena ini, banyak orang yang selalu meminta bantuannya. Kalau ada pesta atau acara, Nong Ustong kerap dilibatkan. Mulai dari bagian pembantaian hewan hingga memasak. Semuanya dijalani tanpa sedikit pun melihat pekerjaan itu sebagai beban.

Bukannya Nong Ustong tanpa pengalaman pahit. 8 tahun lalu istrinya terbunuh. Dia ditembak oleh seorang yang masih sekampung.  

Peristiwa ini tentunya menyakitkan hatinya sebagai seorang suami. Akan tetapi rasa sakit hati itu tidak terlalu terlihat. Dia malah mengatakan jika penembak istrinya sudah masuk penjara. Titik.

Tidak ada cerita yang berisi dendam kepada pelaku. Terlihat beliau percaya pada proses hukum. Orangnya sudah dipenjara, persoalannya sudah berakhir.

Saat ini, dia tinggal bersama salah seorang anaknya. Tiga orang anaknya sudah berkeluarga. Dari tiga anaknya itu, dia dikaruni tujuh orang cucu.  

Sewaktu kita bertanya tentang apa yang terjadi di desa dan di kabupatennya, dia akan berkisah tentang banyak hal. Dia tahu banyak hal karena dia berteman dengan banyak orang. Atau juga, banyak orang yang ingin berteman dengannya karena mereka menemukan sesuatu yang spesial.

Saya pun beberapa kali bepergian dengan Nong Ustong. Ceritanya banyak. Kita bisa menjadi tahu banyak hal.

Malahan, kerap saya menjadi terkejut saat banyak orang yang mengenalnya. Mereka mengenalnya lewat bagaimana dia bergaul. Tanpa pilih teman dan tidak terikat kepentingan.

Barangkali inilah rahasia sukacita di dalam hidupnya. Pengalaman pahit di masa silam tidak membekas. Beban hidup, apalagi di masa pandemi, bukanlah tantangan untuk dikeluhkan dan ditangisi.

Sebaliknya, hidup tetap berjalan. Hidup terus dimaknai dengan banyak kisah, baik lewat pekerjaannya, maupun lewat relasinya dengan banyak orang di sekitarnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun