Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, antara Masih Sabar pada Anggota Kabinetnya atau Ragu untuk Reshuffle?

3 Agustus 2020   21:17 Diperbarui: 3 Agustus 2020   21:19 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi kembali menyentil kinerja anggota kabinetnya di tengah krisis pandemi korona. Bukan kali ini saja, beliau bereaksi atas kinerja anggota kabinetnya. Pertanyaannya, sampai kapan Jokowi sabar dengan anggota kabinetnya. Sumber foto: KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Topik "Jokowi marah" pernah menjadi trending pembicaraan di dunia politik tanah air. Kemarahan Jokowi itu terlahir karena ulah beberapa menteri yang tidak menyikapi krisis pandemi korona secara optimal.

Kemarahan ini pun dibarengi dengan ancaman reshuffle. Hadirnya ancaman ini berujung pada pelbagai reaksi di dunia politik tanah air.

Publik tanah air pun berspekulasi siapa-siapa saja yang masuk daftar reshuffle. Namun, sampai hari ini ancaman reshuffle itu tidak terealisasi.

Publik boleh saja berdiskusi dan berpendapat tentang isu reshuffle, tetapi Presiden Jokowi tetaplah orang yang berhak untuk memutuskan. Keputusannya bisa saja terpengaruh oleh opini publik ataukah pelbagai pertimbangan di dalam lingkaran istana.

Mencermati situasi hingga kini, Presiden Jokowi tidak terlalu terpengaruh pada opini publik tentang reshuffle. Isu reshuffle yang beredar di dunia publik menguap bersama waktu. Sampai saat ini, beliau masih mempertahankan anggota kabinetnya.

Boleh saja banyak pihak yang menilai reshuffle sebagai solusi atas kemarahan Presiden Jokowi. Akan tetapi, pendapat ini menjadi kuat andaikata Presiden Jokowi menggantikan mereka yang masuk dalam rencana reshuffle dengan orang-orang tepat.

Prinsipnya, bukan gali lubang dan menutup lubang itu dengan tanah yang sama. Jika ini yang terjadi, persoalan tidak terselesaikan, tetapi ini bisa menimbulkan masalah baru bagi presiden sendiri.

Jokowi kembali menyentil kinerja para menterinya. Inilah yang dilansir oleh Kompas.com (3/8). Alasan sentilan ini masih sama. Masih ada departemen yang tidak menjalankan tugasnya secara optimal di tengah krisis pandemi.

Kali ini, Presiden menyentil para menterinya yang belum secara optimal mengucurkan dana stimulus Covid-19. Bahkan Presiden Jokowi juga menilai bahwa para pembantunya (anggota kabinet) tidak mempunyai kinerja yang peka pada situasi krisis.

Ini bisa berarti kemarahan Presiden Jokowi pada beberapa waktu lalu seolah bertepuk sebelah tangan. Belum ada tanggapan serius dari pihak kabinetnya.

Ataukah, memang kapasitas anggota kabinet tidak bisa menjawabi tantangan dan tuntutan dari presiden.  Jika hal ini yang terjadi, pergantian menjadi salah satu kebutuhan yang cukup urgen. Dengan kata lain, reshuffle harus dimainkan.  

Andaikata Jokowi tetap menyentil persoalan yang sama pada waktu yang akan datang, pertanyaan bisa muncul.

Mengapa Presiden tidak mengambil jalan reshuffle? Apakah beliau masih sabar ataukah, beliau ragu untuk melakukan reshuffle yang bisa terikat pada kepentingan tertentu?

Bukan rahasia lagi, ketika isu reshuffle mencuat ke permukaan dunia politik tanah air, banyak politikus dari kalangan partai yang coba berspekulasi. Bahkan beberapa nama dari kalangan partai beredar di dalam pusaran diskusi tersebut.

Ini menunjukkan jika reshuffle menjadi salah satu target dari beberapa partai. Terlebih khusus para partai yang mempunyai hubungan dengan pemerintah. Tentunya, mereka juga ingin agar kader mereka bisa menjadi bagian dari rencana kabinet.

Situasi ini memang rumit bagi Presiden. Pada satu sisi, barangkali Presiden Jokowi mau menggantikan anggota kabinetnya dengan sosok yang tepat. Akan tetapi di pihak lain, dia juga berhadapan dengan partai politik yang mempunyai keinginan tertentu untuk menjadi bagian dari kabinet.

Memilih dan menggantikan kabinet dari luar partai bisa menjadi pilihan. Asalkan pilihan itu benar-benar memenuhi kriteria untuk menjadi solusi atas persoalan yang sementara terjadi. Konsekuensinya, Presiden Jokowi harus siap berhadapan dengan reaksi partai-partai pendukung yang merasa tidak diabaikan.

Sebaliknya, memilih pengganti dari dalam partai politik bisa saja terjebak pada kepentingan dan itu bukannya solusi untuk menjawabi krisis yang terjadi. Dengan kata lain, reshuffle bukanlah solusi. Akan tetapi itu lebih terlihat sebagai langkah untuk melapangkan peran partai-partai pendukung dalam ranah pemerintahan.

Presiden Jokowi sangat berharap agar anggota kabinetnya benar-benar bekerja demi rakyat. Inilah pesan yang tersirat dari perasaan kemarahan dan kekecewaannya. Bagaimana pun, kemarahan bisa berasalan jika instruksi demi instruksinya tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Namun, kemarahan demi kemarahan juga menunjukkan jika ada sesuatu yang tidak beres di dalam tubuh mesin pemerintah. Dengan ini, reshuffle bisa menjadi salah satu solusi.

Melakukan reshuffle bukanlah perkara gampang. Ini menjadi target banyak pihak. Tidak sedikit orang mau menjadi menteri. Persoalannya, saat yang dibidik hanya bangku kekuasaan dan mengabaikan tujuan di balik kekuasaan tersebut. Jadinya, persoalan yang diharapkan terselesaikan malah terbelenkai oleh persoalan kepentingan politik.

Reshuffle itu sendiri bukanlah kesempatan untuk melapangkan kehadiran partai politik dan memberi tempat untuk konco politik, tetapi mencari orang-orang yang tepat dalam menjawabi persoalan krisis yang terjadi.

Hemat saya, Presiden Jokowi sekiranya berpikir untuk mencari orang-orang yang tepat agar kebijakannya betul-betul diterjemahkan di konteks masyarakat. Dengan ini pula, Presiden Jokowi bisa keluar dari kemelut kemarahan dan kekecewaan yang kerap kali terjadi di dalam tubuh pemerintahannya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun