Topik "Jokowi marah" pernah menjadi trending pembicaraan di dunia politik tanah air. Kemarahan Jokowi itu terlahir karena ulah beberapa menteri yang tidak menyikapi krisis pandemi korona secara optimal.
Kemarahan ini pun dibarengi dengan ancaman reshuffle. Hadirnya ancaman ini berujung pada pelbagai reaksi di dunia politik tanah air.
Publik tanah air pun berspekulasi siapa-siapa saja yang masuk daftar reshuffle. Namun, sampai hari ini ancaman reshuffle itu tidak terealisasi.
Publik boleh saja berdiskusi dan berpendapat tentang isu reshuffle, tetapi Presiden Jokowi tetaplah orang yang berhak untuk memutuskan. Keputusannya bisa saja terpengaruh oleh opini publik ataukah pelbagai pertimbangan di dalam lingkaran istana.
Mencermati situasi hingga kini, Presiden Jokowi tidak terlalu terpengaruh pada opini publik tentang reshuffle. Isu reshuffle yang beredar di dunia publik menguap bersama waktu. Sampai saat ini, beliau masih mempertahankan anggota kabinetnya.
Boleh saja banyak pihak yang menilai reshuffle sebagai solusi atas kemarahan Presiden Jokowi. Akan tetapi, pendapat ini menjadi kuat andaikata Presiden Jokowi menggantikan mereka yang masuk dalam rencana reshuffle dengan orang-orang tepat.
Prinsipnya, bukan gali lubang dan menutup lubang itu dengan tanah yang sama. Jika ini yang terjadi, persoalan tidak terselesaikan, tetapi ini bisa menimbulkan masalah baru bagi presiden sendiri.
Jokowi kembali menyentil kinerja para menterinya. Inilah yang dilansir oleh Kompas.com (3/8). Alasan sentilan ini masih sama. Masih ada departemen yang tidak menjalankan tugasnya secara optimal di tengah krisis pandemi.
Kali ini, Presiden menyentil para menterinya yang belum secara optimal mengucurkan dana stimulus Covid-19. Bahkan Presiden Jokowi juga menilai bahwa para pembantunya (anggota kabinet) tidak mempunyai kinerja yang peka pada situasi krisis.
Ini bisa berarti kemarahan Presiden Jokowi pada beberapa waktu lalu seolah bertepuk sebelah tangan. Belum ada tanggapan serius dari pihak kabinetnya.
Ataukah, memang kapasitas anggota kabinet tidak bisa menjawabi tantangan dan tuntutan dari presiden. Â Jika hal ini yang terjadi, pergantian menjadi salah satu kebutuhan yang cukup urgen. Dengan kata lain, reshuffle harus dimainkan. Â