Beberapa hari lalu saya melakukan chat di salah seorang guru Sekolah Dasar di media sosial. Chat kami seputar proses pendaftaran di tahun ajaran baru, pekerjaan mereka selama masa pandemi, dan kesiapan mereka menghadapi tahun ajaran baru. Â
Menurutnya, situasi menjadi guru di masa pandemi sangat menantang. Banyak pekerjaan yang mesti dilakukan. Bahkan, mereka berupaya untuk keluar dari situasi nyaman agar bisa memungkinkan setiap anak dari semua kalangan bisa belajar dalam porsi yang sama. Tidak ada yang lebih mau atau ketinggalan hanya karena hambatan dari seorang guru.
Namun, menurut guru ini salah satu kendala yang dijumpai dalam proses belajar selama masa pandemi, termasuk belajar daring adalah respon orangtua. Tidak semua orangtua mempunyai sikap dan pikiran yang sama pada proses belajar selama masa pandemi.
Tidak sedikit orangtua yang tidak mau tahu dengan situasi yang terjadi. Bagi mereka, anak mereka bersekolah, mengikuti ujian, dan mendapatkan nilai tertentu untuk naik kelas. Dalam proses itu, mereka hanya tahu jika itu adalah pekerjaan seorang guru, sementara orangtua hanya menyediakan fasilitas atau membiarkan anak untuk belajar.
Lebih sulit saat orangtua tidak memahami konteks belajar di masa pandemi, termasuk belajar daring. Saat ditanyakan, mereka hanya menjawab jika anak mereka belajar lewat internet. Selebihnya, mereka tidak mau peduli apakah anak mereka betul-betul belajar lewat internet ataukah menggunakan phone untuk kepentingan lain.
Sikap orangtua menjadi salah satu tantangan dalam proses belajar di masa pandemi. Sangat bersyukur jika orangtua begitu perhatian pada proses belajar anak. Akan tetapi, jika orangtua tidak mau tahu dengan situasi yang dialami anak, ini akan menjadi salah satu tantangan serius dalam perkembangan seorang anak pada masa yang akan datang.
Harapannya, pandemi segera berakhir. Solusi yang paling utama dalam perkembangan belajar anak adalah kembali belajar di sekolah. Sekolah tetaplah lingkungan yang pas untuk membantu proses belajar anak. Peran guru di sekolah masih sulit tergantikan siapa pun, termasuk orangtua.Â
Pasalnya, seorang guru sudah disiapkan tingkat pendidikan tertentu untuk menjadi guru. Sebaliknya, orangtua mengajari anak pada level tertentu yang kadang sulit menerapkan apa yang bisa dilakukan oleh para guru di sekolah.
Saya pernah menonton video yang dikirim oleh seorang teman guru di Manggarai, Flores, Indonesia. Dia membantu saudari sepupunya mengajari anaknya yang baru masuk Sekolah Dasar.Â
Sewaktu saudari sepupunya yang mengajar, anaknya merasa kaku karena mamanya lebih banyak memarahi ketika anaknya itu melakukan kesalahan. Sementara teman yang tamat dari PGSD yang mengajar, anak itu menjadi lebih nyaman. Bahkan dia lebih gampang menyerap apa yang diajarkan.Â
Dengan ini, seorang guru mempunyai keahlian tertentu yang diperoleh dari bangku pendidikan dalam berhadapan dengan tipe-tipe anak. Sementara orangtua kadang tidak peduli karakter anak, dan hanya menginginkan anak untuk  semata belajar.Â