Sewaktu saya duduk di bangku SD, buku Atlas menjadi salah satu buku wajib yang harus dimiliki. Atlas itu merupakan buku yang berisi halaman peta, baik itu peta Indonesia maupun peta dunia.
Untuk bisa mengetahui letak provinsi di Indonesia atau juga negara-negara di dunia, guru hanya meminta untuk melihat dan mengeceknya di atlas. Bahkan, sewaktu ujian, ada sesi peta buta.
Guru hanya menggambarkan sebuah pulau, misalnya Pulau Jawa, dan memberikan tanda tertentu pada gambar itu. Siswa pun diminta untuk mengidentifikasi nama tempat yang ditandakan.
Di atlas juga terdapat nama-nama provinsi se-Indonesia. Kalau tidak salah, sewaktu saya masih di bangku SD di tahun 90-an, jumlah provinsi di Indonesia masih 27 provinsi. Saat itu, belum banyak provinsi yang dimekarkan.
Selain itu, di atlas juga ada nama-nama negara dengan ibukotanya, lambang negaranya, serta warna bendera setiap negara. Ini membantu siswa untuk mengenal dunia luar selain di Indonesia saja.
Dengan tekun bergelut dengan apa yang terisi dalam atlas, seseorang bisa familiar dengan pelbagai tempat di Indonesia dan di luar negeri. Dengan itu pula, walau tanpa pergi secara langsung ke tempat yang tertera di atlas, seseorang bisa tahu nama provinsi dan negara beserta letaknya lewat peta yang tertera di atlas.
Makanya, agak begitu kecewa saat orang belum tahu di mana letak Kota Kupang sebagai ibukota Provinsi NTT. Apalagi Flores di tahun 90-an dan awal 2000-an yang belum terlalu familiar.
Saya kira Flores menjadi familiar saat ini berkat perkembangan wisata, terlebih khusus di Labuan Bajo. Kalau tidak, Flores kadang kala dikira bagian dari provinsi Irian Jaya, nama Papua sebelumnya.
Hal yang sama juga terjadi kita beberapa orang asing yang saya jumpai yang menanyakan letak Indonesia. Perasaan juga agak kecewa. Mengapa? Sewaktu berada di bangku SD, saya dan teman-teman harus tikam kepala mempelajari negara dan ibukota negara mereka.
Yang lebih mengecewakan ketika orang-orang Filipina yang menanyakan tentang di mana letak Indonesia. Kecewat becampur rasa geli. Pasalnya, Indonesia dan Filipina bertetangga. Hanya sekitar 4 jam penerbangan dari Manila ke Denpasar. Akan tetapi, mereka masih bertanya di mana letak Indonesia.
Pernah suatu waktu seorang siswa yang sudah berada pada level universitas sempat berkata apakah Indonesia terletak dekat dengan Sri Langka. Sebenarnya, saya enggan menjawab pertanyaan tersebut. Akan tetapi, sebagai bentuk dari ungkapan respek, saya hanya menjawab tidak.
Tidak puas dengan jawaban saya, dia bertanya lagi. Apakah berdekatan dengan Thailand? Sebenarnya, saya bisa menjawab jika Indonesia berdekatan dengan Filipina.
Tetapi karena kadar kegelian saya sudah sampai pada puncaknya, saya hanya mengatakan jika Indonesia itu berdekatan dengan Malaysia. Bunyinya akhirannya sama. Harapannya pun, dia tahu di mana letak Malaysia.
Memang tidak perlu terlalu jauh mempersalahkan atau kecewa dengan pertanyaan-pertanyaan tentang letak Indonesia. Boleh jadi, ini menjadi refleksi ke dalam diri.
Ternyata, Indonesia tidak terkenal di mata orang lain. Indonesia masih kalah tenar dengan Korea Selatan, Amerika Serikat, China, dan beberapa negara lain di Eropa. Lantas bagaimana membuat Indonesia bisa dikenal oleh orang lain?
Ini menjadi tugas besar. Tidak gampang. Akan tetapi, hal itu tidak mustahil. Misalnya, Korea Selatan berhasil menembus banyak negara di Asia berkat penampilan artis K-Pop dan drama-dramanya. Foto-foto artis Korea Selatan memenuhi halaman depan phone anak-anak remaja.
Dengan ini, Indonesia bisa terkenal jika menunjukkan kualitas tertentu yang bisa menarik orang. Dengan ketertarikan ini, mereka juga ingin tahu di mana letak Indonesia.
Tidak gampang, tetapi ini bukanlah pekerjaan yang mustahil. Ini pun menjadi tugas siapa saja agar Indonesia dikenal. Dikenal bukan karena sisi-sisi negatifnya, tetapi hal-hal positif yang menghadirkan apresiasi dari banyak orang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI