Saya tertarik dengan status seorang ibu di dinding salah satu media sosial. Dengan gaya khas Floresnya, dia menulis demikian:Â
"Kira2 sapa eee yg pernah pijam buka paket kls 4-nya (nama anakanya). Saya lupa siapa yang pinjam."
Tertarik dengan statusnya ini, saya pun coba menanyakan lebih jauh di balik statusnya itu. Dia mengamini jika ada orang yang pernah meminjam buku paket dari anaknya. Namun, dia sudah lupa siapa yang memimjam buku pelajaran yang biasa dipakai anaknya itu.
Belajar di rumah selama masa pandemi menuntut peran orangtua. Tidak heran, ibu ini juga berpartisipasi dalam pendidikan anaknya dari rumah, termasuk mengurusi buku-buku pelajarannya.
Pendeknya, sebagai orangtua yang bertanggung jawab dalam pelajaran anak di rumah, dia juga mesti tahu situasi anaknya. Makanya, saat buku paket anaknya tidak dikembalikan, sebagai orangtua dia merasa kecewa dengan peminjam. Bagaimanapun, pemimjam mesti menjadi orang pertama yang mengembalikan barangnya itu.
Terlebih lagi, menurutnya harga buku paket tersebut terbilang mahal. Membeli buku paket yang baru hanya menambah anggaran tertentu. Jadi, dia sangat berharap lewat status di medsosnya itu, peminjam bisa sadar diri dan kelak mengembalikan buku paket kepunyaan anaknya. Â
Tidak terlepas dari status ibu ini, barangkali kita kadang berhadapan dengan situasi yang sama. Kita dibingungkan oleh orang-orang yang meminjam barang-barang kepunyaan kita. Ataukah, kita yang lupa mengembalikan barang pinjaman orang lain hingga pemiliknya yang datang menagih.
Ya, soal meminjam dan dipinjamkan dalam kehidupan sosial adalah pemandangan umum. Ini bisa menunjukkan sisi kesosialan kita sebagai manusia. Dalam mana, ada ketergantungan antara satu sama lain.
Pada saat salah seorang kekurangan dan membutuhkan sesuatu, dia akan berpikir untuk meminjam milik orang lain. Begitu pun sebaliknya, saat kita mempunyai lebih, orang lain bisa datang kepada kita untuk datang meminjam. Â
Ada pelbagai barang yang biasa kita pinjamkan atau dipinjamkan oleh orang lain. Hal yang paling umum adalah uang.
Soal uang, kita sangat sulit untuk melupakan siapa yang meminjam uang kita itu. Tetapi kadang kala terjadi jika peminjam yang kerap seolah melupakan kewajibannya untuk membayar pinjamannya. Pada situasi seperti inilah, kita bisa menjadi marah, kecewa, dan trauma untuk memberikan pinjaman yang sama kepada orang lain. Â
Minggu lalu, seorang ibu mendekati saya. Dengan agak ragu dia mengatakan bahwa dia ingin meminjam sejumlah uang.
Persoalannya, ibu ini sering meminjam uang pada sejumlah orang. Tetapi dia tidak pernah membayarnya. Mengetahui karakter ibu itu, saya pun tidak memberikan pinjaman kepadanya. Saya hanya memberikan sejumlah uang sebagai bagian untuk membantunya.
Daripada sakit hati karena mendapat harapan semu, lebih baik saya memberikan sejumlah uang yang bisa saya beri. Dengan memberikan, ibu itu tidak akan berjanji atau juga kita tinggal dalam harapan semu menanti pengembalian dari pinjamannya itu.
Selain uang, kita juga kerap meminjam barang-barang tertentu. Tidak masalah jika pinjaman itu hanya untuk sementara waktu. Saat kita sudah memanfaatkan barang itu, kita  seyogianya mengembalikan kepada pemiliknya.
Perihal meminjam juga perihal kepercayaan. Hemat saya, orang akan gampang memberikan barangnya untuk dipinjamkan jika kita bertanggung jawab dalam menggunakan barang pinjaman itu dan juga mengembalikannya dalam kondisi baik.
Andaikata ada persoalan yang terjadi pada barang yang dipinjamkan, sangat perlu untuk dijelaskan. Bukan lari dari tanggung jawab atas apa yang terjadi. Bahkan, perlu ada niat untuk membetulkan barang yang tidak beres agar pemilik tidak kecewa dan marah dengan apa yang terjadi. Â Â
Tanggung jawab itu bisa menjadi garansi untuk mendapatkan kesempatan berikutnya apabila kita meminjamkan barang tertentu kepada orang yang sama. Akan tetapi, ketidakbertanggungjawaban akan menyebabkan kehilangan kepercayaan pada diri pemilik. Saya yakin jika kita datang meminjam barangnya lagi, dia pasti tidak akan memberikannya lagi.
Soal meminjam bukan sekadar soal meminta dan memberikan sebuah barang. Di balik ini, ada kepercayaan antara kedua belah pihak dan tuntutan tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan tersebut.
Dengan kata lain, kalau kita meminjam barang orang lain, kita bertanggung jawab dengan mengembalikan barangnya dalam kondisi baik. Dengan ini, kita membuka peluang untuk meminjam barang-barang tertentu andaikata kita kembali membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H