Barangkali pekan ini menjadi momen gembira bagi Manchester City. Hukuman larangan bermain dua musim di Liga Champions tidak diberlakukan. Dengan ini, Man City yang sementara berada di posisi ke-2 tangga klasemen Liga Inggris bisa bermain di Liga Champions musim depan.
Seperti yang dikabarkan sebelumnya, Man City dinyatakan bersalah karena melanggar aturan sistem keuangan. Badan sepak bola Eropa (UEFA) memerintahkan agar Man City dilarang untuk tidak bermain di Liga Champions selama dua musim berturut-turut.
Namun, Man City mengajukan banding atas keputusan ini lewat CAS (Court of Arbitration for Sport). Alhasil, gugatan Man City terkabulkan. Larangan bermain di Liga Champions ditangguhkan. Â
Pada satu sisi, keputusan ini menjadi kabar sukacita bagi suporter Man City. Akan tetapi, keputusan ini barangkali menjadi kabar dukacita bagi beberapa tim dan orang.
Manchester United (MU), klub se-kota Man City sekaligus musuh bebuyutan, mungkin menjadi salah satu tim yang kecewa dengan keputusan yang diberikan ke MU. Faktor persaingan antara kedua klub dan posisi MU di tangga klasemen saat ini bisa menjadi sebab ketidaksenangan.
MU sementara berada di peringkat ke-5. Andaikata hukuman pada Man City diberlakukan mulai musim depan, MU berpeluang besar maju ke Liga Champions.
Namun, situasi saat ini berbeda ketika banding Man City dikabulkan. Dengan ini, MU harus bekerja ekstra keras untuk masuk ke-4 besar klasemen Liga Inggris. Dengan meninggalkan tiga laga tersisa, MU, Chelsea, dan Leicester City harus bermain habis-habisan untuk merebut dua tiket tersisa ke Liga Champions pada musim depan. Andaikata posisi MU tidak berubah hingga akhir musim, MU harus puas untuk bermain di kompetesi Piala Eropa.Â
Selain MU, Jose Mourinho dan Jurgen Klopp juga tidak terlalu senang dengan keputusan yang dilimpahkan kepada pasukan Pep Guardiola. Perasaan Mou dan Klopp tidak secara langsung diutarakan kepada Man City.
Kedua pelatih ini hanya tidak terlalu senang dengan cara kerja yang terjadi, terlebih khusus pada aturan sistem keuangan (Financial Fair Play). Keduanya agak bingung dengan keputusan yang masih membiarkan Man City tetap berlaga di Liga Champions musim depan. Padahal, ada indikasi jika Man City melanggar aturan. Dengan kata lain, mereka mengkritisi lembaga yang mengatur dan mengeluarkan keputusan pada Man City.
Melansir berita dari the Guardian.com (14/7), Mou menilai keputusan itu sebagai hasil yang "memalukan" (disgraceful). Bahkan, pelatih Tottenham ini dengan gayanya yang sarkastik mengatakan keputusan itu seolah membuka pintu sirkus dan membiarkan setia klub untuk berbelanja sesuka hati.
Sementara itu, Klopp menilai hal itu sebagai hari yang buruk untuk dunia sepak bola. Pelatih Liverpool ini menyatakan bahwa saat orang-orang atau negara kaya melakukan apa saja di sepak bola, ini akan menyebabkan kompetesi sepak bola menjadi sulit.
Lebih diplomatis dari Mou, Klopp menyatakan bahwa dia tidak mempersoalkan Man City bermain di Liga Champions pada musim depan. Bahkan, Klopp senang jika Man City bermain di Liga Champions. Dia hanya mempertanyakan sistem yang melahirkan keputusan pada Man City.
Kedua pelatih di Liga Inggris boleh saja menyesalkan sistem dan keputusan yang terjadi. Namun di balik hal ini, keduanya juga meniupkan angin persaingan antarklub di Liga Inggris.
Selain itu, pendapat kedua pelatih,Klopp dan Mou mempunyai poin yang cukup penting bagi sepak bola. Dalam mana, kekuatan finansial tidak boleh menghancurkan kompetesi itu sendiri. Kekuatan finansial mesti diatur dan dikontrol agar tidak terlalu adanya jurang pemisah yang lebar di dalam sebuah kompetesi.
Sebagaimana yang terjadi pada beberapa klub seperti Chelsea dan Barcelona pada beberapa musim terakhir, yang melanggar aturan keuangan mesti mendapat sanksi setimpal. Tujuannya, agar sistem keuangan tidak menjadi pemain utama dari sebuah kompetesi.Â
Kekuatan Man City sendiri terbangun oleh kekuatan uang. Akan tetapi, kekuatan uang ini tidak boleh menciptakan dominasi tunggal klub di sebuah kompetesi. Kalau ini terjadi, wajah kompetesi berjalan timpang.
Dalam mana, klub yang sama saja yang menjuarai kompetesi, sementara yang lain hanya berharap tim-tim besar dan beruang terantuk.
Mou dan Kloop tidak senang pada keputusan pada Man City lewat banding mereka CAS (Court of Arbitration for Sport) Â karena saingan mereka tetap berada di Liga Champions. Ini normal dalam sebuah kompetesi. Dengan adanya Man City, persaingan antarklub semakin ketat.
Akan tetapi, ketidaksenangan mereka juga menjadi otokritik pada sistem dan pengaturan keuangan dalam dunia sepak bola. Dalam mana, kekuatan uang tidak boleh menjadi dewa utama dalam dunia sepak bola. Kalau tidak, kompetesi hanya menjadi ladang bisnis yang mengabaikan sportifitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H