Bagaimanapun, dua politik dan hiburan adalah dua dunia yang berbeda. Caranya mainnya sangat berbeda pula.
Dengan ini, sangat sulit untuk mencampurkan dua dunia dalam satu ruangan. Kalau dipadukan acap kali terjadi benturan kepentingan, kepentingan antara dunia politik dan dunia hiburan. Jadinya, rakyat menjadi korban karena pemimpin tidak bisa mengakarkan kakinya dengan kuat di tempat yang benar.
Memilih seorang artis untuk masuk dalam dunia politik memang menguntungkan. Faktor popularitas bisa menjadi nilai tambah untuk mendongkrak suara pemilih dalam kontestasi. Raffi Ahmad mempunyai faktor popularitas yang dimanfaatkan.
Popularitas yang sudah diraih lewat dunia hiburan bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk memanen suara pemilih. Terlebih lagi, jika pemilih lebih cenderung lebih tertarik melihat pamor, daripada rekam jejak si artis yang maju dalam kontestasi politik tersebut.
Boleh saja, hasil kontestasi mencapai titik keberhasilan dengan kemenangan seorang artis karena faktor popularitas semata. Tetapi ini bisa menjadi beban lanjutan.
Popularitas yang mendongkrak suara belum tentu itu bisa memberikan kualitas yang setara untuk aksi politis di tengah masyarakat.
Jadinya, masyarakat sendiri yang menjadi korban. Korban dari memilih karena salah satu faktor tanpa melihat dan menelaah lebih jauh pada figur yang bertarung dalam kontestasi politik tersebut.
Keputusan puteri Mar'uf Amin bisa dilihat dari dua kaca mata yang berbeda. Boleh jadi, keputusan dari wakil sekjen partai Demokrat untuk menggaet Raffi Ahmad karena bertolak dari faktor popularitas Raffi Ahmad. Bagaimana pun, faktor popularitas seorang Raffi Ahmad bisa memberikan motor penggerak untuk mendapatkan suara dari masyarakat.
Tetapi pada sisi lain, faktor kualitas juga perlu dipertimbangkan. Berkualitas di dunia hiburan dan bisnis belum tentu menjadi jaminan untuk berpenampilan baik dalam dunia politik. Sekali lagi, cara bermain di dunia hiburan dan politik selalu berbeda.
Toh, tidak sedikit artis yang naik menjadi politikus. Terpilih hanya faktor popularitas karena peran di dunia hiburan, tetapi tidak menunjukkan kinerja yang baik sebagai seorang politikus.
Dengan kata lain, tidak salah seorang artis masuk dunia politik atau dipilih masuk dunia politik. Yang sangat paling penting adalah kualitas seorang seorang pribadi untuk menjadi politikus.