Hanya saya begitu shock ketika stasiun off air untuk pertama kalinya. Tepatnya, 4 Mei lalu. Sekitar pukul 08.00 malam, pihak stasiun mengakhiri penyiarannya.
Saya mendengar kabar ini dari seorang teman. Melihat itu, saya seolah tidak percaya. Alasannya, baru dalam hidup saya, baru kali ini saya melihat sebuah stasiun menghentikan pengoperasiaannya. Bukan karena bangkrut atau juga persoalan intern, tetapi desakan dari luar. Â
Saya kira hanya sementara waktu saja sembari menanti proses pembicaraan di depan anggota DPR. Terlebih lagi, ABS-CBN adalah salah satu media terbesar di Filipina.
Namun, situasinya menjadi berbeda saat DPR menolak ijinan pengoperasian ABS-CBN kemarin (10/7). Ijinan tidak terkabul di gedung DPR.
Hal yang paling dipikirkan adalah para pekerja. Menghentikan ijinan berarti menghilangkan pekerjaan mereka. Ini bisa menambah beban sosial di tengah hantaman badai virus korona.
Saya juga memperhatikan situasi ini dari pelbagai media. Selain persoalan ini diolah di media-media dalam negeri, ini juga menjadi sorotan pelbagai media luar negeri. Umumnya mereka menilik soal yang melibatkan ABS-CBN dari sisi kebebasan pers. Bahkan ada pula yang mengait-ngaitkannya dengan posisi Presiden Filipina, Duterte.
Tidak sedikit orang yang cukup menyesalkan langkah yang diambil. Mereka melihat situasi ini sebagai bentuk pengangkangan terhadap kebebasan pers.
Tetapi bagi mereka yang tidak biasa menonton TV, apa yang terjadi mungkin tidak terlalu berpengaruh. Seorang tetangga saya yang lebih meminati stasiun TV berbeda menanggapnya biasa-biasa saja. Alasannya, dia juga jarang menonton acara dari stasiun tersebut.
Ketika ijinan stasiun ini ditutup, pelbagai reaksi yang muncul. Reaksinya berbeda-beda bergantung pada kedekatan, kepentingan dan relasi antara satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H