Prihal mendengarkan bukanlah perkara gampang. Ini membutuhkan kemampuan terbaik. Agar apa yang dibicarakan bisa diresapi dan pembicara juga merasa nyaman dalam menyampaikan pesannya kepada kita.
Kalau kita memberikan kemampuan terbaik dalam mendengarkan, orang akan kehilangan perhatian untuk berbicara. Dia bisa lebih banyak diam. Atau juga, lebih banyak menyembunyikan fakta dengan pembicaraan sekadarnya.
Mendengarkan orang lain tidak gampang. Ini juga menantang. Terlebih lagi, saat kita berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai persoalan-persoalan berat.
Beban batin harus dikeluarkan. Mencari pendengar yang baik adalah salah satu cara. Pada satu titik, bagi pembicara hal ini bukanlah persoalan. Malah, itu menjadi bantuan yang sangat berarti dalam proses penyembuhan dan pembersihan diri.
Tetapi bagi pendengar, beban batin itu bisa juga berdampak. Terlebih lagi, jika persoalan begitu berat. Energi negatif yang muncul dari pembicara juga mengalir pada diri pendengar. Jadinya, kita bisa merasa pusing, tidak percaya dengan apa yang kita dengar dan bahkan terbebankan dengan cerita teman itu.
Kemarin, hampir saya ditelpon seorang teman. Tiga jam dia berbicara lewat telpon. Dia sementara berhadapan dengan situasi yang cukup dilematis.
Situasi di tempat kerja membebaninya. Sudah lama dia tinggal di salah satu kantor. Belum naik pangkat. Yang membuat tersakiti, bawahannya dipindahkan ke departemen lain. Bukan juga sekadar pindah, tetapi bawahannya itu naik ke level yang lebih tinggi.
Karena situasi ini, dia menjadi tidak suka dengan pimpinan. Dia mulai mengira-ngira alasan di balik pemilihan pimpinannya pada penentuan bawahannya.
Tidak hanya itu, dia mulai mengeluarkan kekecewaannya dan kemarahannya kepada pemimpinya. Saya sendiri sulit memberikan nasihat karena saya tidak mengetahui tempat kerjanya. Saya lebih banyak dia, sesekali bertanya dan ikut mengamini gagasannya.
Namun, lebih banyak pembicaraannya tentang pikiran negatif tentang tempat kerjanya, orang-orang yang dihadapinya beserta keputusan para pemimpin. Bisa dikatakan, dia tidak melihat sisi positif dari setiap keputusan yang dibuat dan performa pemimpin di tempat kerjanya.
Pembicaraan berhenti karena saya merasa jenuh. Saya meminta untuk melanjutkan pembicaraan di lain waktu.
Selepas pembicaraan itu, saya sendiri merasa lelah dan agak pusing. Ternyata, teman yang biasanya periang ini mempunyai persoalan yang begitu berat. Teman yang biasanya suka berkelakar ini juga menyimpan perasaan negatif kepada sesama.
Karena ini, saya merasa tidak nyaman. Kopi menjadi teman untuk menenangkan diri. Ternyata, pandangan negatif teman ini ikut mempengaruhi pikiran saya.
Bukan sekali ini saja, saya terjebak pada pembicaraan dengan teman-teman lainnya. Ada pembicaraan yang kadang di luar pikiran saya. Bahkan karena persoalan orang lain, kita menjadi sadar jika ada orang yang mempunyai masalah lebih besar dari apa yang kita miliki. Setelah mendengarkan pembicaraan itu, kepala menjadi berat. Seperti migran.
Letak persoalannya karena begitu menyerapi persoalan yang terjadi. Selain itu, ini terjadi karena ada upaya untuk menyerapi setiap persoalan dari pembicara. Namun, dampaknya pada keadaan diri sendiri.
Mendengarkan itu bukan soal disposisi diri untuk mendengar dengan baik. Ini juga melibatkan kesiapan hati untuk mengolah persoalan orang lain dengan baik. Tujurannya, agar kita tidak terlalu lama terpendam di dalam pusaran energi negatif.
Gobin Dd
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H