Lantas, benarkah pakaian perempuan menjadi sebab perbuatan asusila?
Hemat saya, ini sebenarnya bergantung pada karakter laki-laki. Pada saat seorang laki-laki melihat perempuan sebagai obyek pemuas kepuasan sexualnya, pada saat itu pula aksi tidak senonoh bisa dilakukan.
Terbukti, aksi asusila terjadi tidak hanya terjadi pada perempuan berpakaian sexy, tetapi ini juga terjadi kaum perempuan yang berpakaian sopan. Ini berarti bahwa perilaku asusila terlahir dari kepribadian, cara pandang dan pemahaman seorang laki-laki.
Menilai perempuan sebagai obyek semata bisa mengkotakkan perempuan sebagai sosok pemuas aksi sexual. Karena ini, aksi asusila bisa saja terjadi tanpa peduli bagaimana mereka berpakaian.
Tetapi jika melihat perempuan sebagaimana adanya mereka tanpa terikat pada keinginan tertentu, aksi senonoh bisa dihindari. Ini terbukti lewat beberapa situasi yang saya lihat. Seorang perempuan mengenakan pakaian yang menonjolkan sisi-sisi tubuhnya, tetapi orang tidak begitu peduli. Biasa-biasa saja. Â
Selain itu, kita perlu membangun pikiran positif pada apa yang dikenakan oleh kaum hawa. Tidak perlu cepat melihat kaum hawa dari cara berpakaian.
Pasalnya, cara berpakaian juga bisa menunjukkan karakter mereka. Dalam mana, perlu tertanam dalam pikiran jika kaum perempuan berpakaian bukan bertujuan untuk "menggoda" dan "membangkitkan" keinginan jahat. Mereka berpakaian untuk menunjukkan sisi lain dari jati diri mereka.
Tentunya, pikiran ini bisa diterima jika kita terbentuk pada budaya dan pola hidup yang terbuka (open minded). Dalam mana, budaya yang tidak semata-mata mengukur karakter seorang perempuan dari pakaian yang dikenakan.
Perbuatan asusila kadang kali terlahir dari pola pikir tertentu. Salah satunya, melihat dan memandang kaum perempuan sebagai obyek semata, termasuk menyempitkan karakter kaum perempuan dari cara berpakaian.
Pola pikir mesti dirombak. Menghargai kaum perempuan sebagaimana adanya mereka. Hal ini juga melingkupi respek pada cara berpakaian mereka.