Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Terlalu Sempit Jika Mengukur Kualitas Pasangan dari Faktor Kepuasan di Ranjang

14 Juni 2020   21:37 Diperbarui: 15 Juni 2020   12:10 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlalu sempit jika mengukur kualitas pasangan dari ranjang. Sumber foto: Pexel.com

Awalnya, sebuah relasi, perempuan dan laki-laki, terbangun atas dasar kasih di antara kedua belah pihak. Suka sama suka. Ini merupakan cerminan bahasa hati.

Kerap kali sulit membahasakan rasa kasih antara dua insan. Tidak bertemu dan bersentuhan, tetapi rasa itu begitu kuat. Umumnya, bahasa cinta itu menyata lewat kata-kata dan perbuatan.

Sebelum bersentuhan, pasangan sudah mempunyai rasa cinta antara satu sama lain. Sentuhan pun terlahir karena rasa cinta yang terbangun di dalam diri dua belah pihak. Bahkan sentuhan itu lebih dinilai sebagai penghormatan di antara satu sama lain, dan bukannya sentuhan yang hanya bermotif nafsu semata.

Tanpa rasa cinta itu, sentuhan bisa saja tidak terjadi. Itu bisa terjadi, tetapi pada level yang cukup formal. Misalnya, sebagai rekan dan teman. Sentuhannya juga tidak berlebihan. Mungkin sekadar berjabatan tangan.

Meski berjauhan, rasa cinta itu juga mengikat hingga memunculkan rasa rindu. Rindu biasanya terlahir karena ikatan cinta yang terbangun dalam diri setiap individu. Karena rasa rindu ini, pasangan perlu meluapkannya lewat saling mengunjungi atau bertukar kabar.

Dari sinilah kita bisa melihat dan menilik kualitas seorang sebagai pasangan bagi orang lain. Kualitas itu ditunjukkan lewat perasaan antara kedua belah pihak. Perasaan itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Atau juga, kualitas seorang pasangan itu menyata lewat ekspresi perasaan hati yang bebas dari kepentingan dan keinginan sesaat. Ekspresi perasaan itu menyata dalam pelbagai bentuk. Bisa saja lewat komunikasi yang terus menerus, pemberian hadiah, perjumpaan di tempat-tempat tertentu hingga saling mengunjungi.

Kualitas pasangan pertama-tama bertolak dari ekspresi perasaan cinta antara dua orang laki-laki dan perempuan. Tentunya, perasaan itu terbangun lewat sebuah relasi.

Relasi itu bukan saja melibatkan hubungan intim (sex), tetapi relasi lewat pertukaran pandangan, ide, pemahaman, dan perasaan antara kedua belah pihak. Hubungan intim yang sekiranya terjadi pada level suami-istri hanyalah buah dari ekspresi perasaan kedua belah pihak.

Banyak yang mengatakan jika hubungan tanpa perasaan, hubungan itu bisa sekadar sebuah fungsi seperti atasan dan bawahan. Tetapi saat hubungan melibatkan perasaan, orang merasa memiliki di antara satu sama lain. Tidak ada yang mendominasi, tetapi ada penghargaan (respek) di antara kedua belah pihak, terutama respek pada kekurangan masing-masing pasangan, termasuk soal urusan privat di ranjang.

Kualitas seorang pasangan pun tidak terbatas pada salah satu aspek. Tidak saja pada aspek penampilan luar, kondisi fisik, dan performa di tempat tidur (hubungan intim). Pada saat menyempitkan kualitas pasangan pada aspek-aspek ini berarti mengurung seorang pasangan pada ruang sempit tertentu.

Menyempitkan kualitas pasangan dari faktor performa di tempat tidur sama halnya menyempitkan kualitas seorang pasangan. Bagaimana jika pasangan hidup itu tidak sesuai dengan standar tersebut? Apakah perceraian menjadi pilihan?

Hemat saya, mengukur kualitas seorang pasangan dari performa di ruang privat adalah sebuah pandangan yang sempit. Ada banyak hal yang bisa menjadi takaran kualitas bagi seorang pasangan. Bukan saja soal sex atau soal ranjang. Malahan, soal ranjang hanyalah salah satu dari sekian poin dalam mendukung keharmonisan sebuah pasangan.

Sangat riskan mengukur pasangan dari aspek hubungan di ranjang. Terlebih lagi, sebagian budaya kita yang hanya memperbolehkan seorang berhubungan laiknya suami-istri saat sudah menikah secara resmi. 

Sebelum menikah, hubungan itu terjali lewat pertukaran perasaan, tanpa terikat pada hubungan intim di tempat tidur. Selesai menikah, hubungan itu diperbolehkan. Pada saat itu pula, seorang akan mengetahui sisi lain dari kehidupan pasangannya. 

Tidak jarang terjadi, penampilan pasangan saat berhubungan laiknya sebagai suami-istri tidak sesuai dengan yang diharapkan. Situasi ini bisa muncul kekecewaan. 

Kekecewaan ini muncul karena menyempitkan kualitas pasangan pada salah satu faktor dari sebuah relasi. Dalam mana, menyempitkan relasi suami-istri pada hubungan sex semata.

Tetapi, situasi ini tidak mengecewakan saat soal ranjang bukan menjadi satu-satunya tujuan utama dari sebuah relasi. Tujuan utama adalah membangun cinta sebagai sebuah pasangan. Hubungan di ranjang hanyalah salah satu dari ekspresi cinta sebuah pasangan.

Persoalan kepuasan di ranjang memang menjadi salah satu sebab persoalan dari relasi pasangan. Hal ini terjadi karena keterbatasan pada salah satu pasangan. 

Namun, persoalan ini tidak menjadi sebab perpecahan, jika kedua belah pihak sudah siap dengan konsekuensi dari relasi mereka. Apalagi jika mereka menyadari fondasi dasar mereka menjalin relasi, yakni cinta di antara kedua belah pihak. 

Kalau memang persatuan antara pasangan didasarkan pada cinta antara kedua belah pihak, sisi kepuasan pada hidup sexual hanyalah salah satu aspek dari sebuah hubungan. Ada banyak cara untuk memaknai kehidupan suami-istri.

Selain itu, hal itu juga menjadi kesempatan untuk menerima kekurangan salah satu pihak. Penerimaan ini merupakan tanda cinta. Mencintai seseorang dengan kekurangannya, termasuk dalam soal hubungan privat.

Banyak kali, saya berjumpa dengan pasangan, yang mana patner mereka mempunyai kekurangan dari segi fisik. Namun, faktor cinta antara satu dengan yang lain, keterbatasan fisik itu bukanlah persoalan.

Jadi, kepuasan di tempat tidur bukan faktor yang semata-mata menjadi takaran utama untuk menilai seorang pasangan berkualitas ataukah tidak.

Ada banyak faktor yang bisa menilai seorang pasangan hidup berkualitas. Faktor-faktor itu menyata lewat ekspresi cinta dan perhatian yang bebas kepentingan dan tidak lekang oleh waktu.

Gobin Dd

                                                                                                                                                             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun