Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Keinginan Kuat tetapi Kemampuan Sangat Lemah

8 Juni 2020   20:03 Diperbarui: 8 Juni 2020   20:01 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lifestyle. Sumber foto: Forbes. com

Saya masih merekam gaya hidup beberapa teman yang biasa menghabisi akhir pekan berkunjung ke kos cewek. Malam Sabtu ataukah malam Minggu. Ataukah malam sebelum hari libur.

Untuk konteks seorang mahasiswa, gaya hidup ini tidaklah murah. Mulai dari penampilan harus diatur. Tentunya, perlu pakaian yang neces dan pewangi agar menopang penampilan itu. Cukup dimengerti jika ditimbang dari faktor usia.

Selain itu, untuk mencapai kos teman perempuan membutuhkan kendaraan. Tempat tinggal kami berada 9 km dari pusat kota. Maka harus carter kendaraan bermotor yang banyak disewakan oleh orang-orang yang tinggal di sekitar kos.

Waktu itu, sekitar tahun 2007-12. Biaya carter motor bisa 30.000 sampai 50.000. Belum lagi jika pemilik sepeda motor meminta untuk mengisi bensin full saat dikembalikan. Terbilang mahal untuk ukuran mahasiswa yang bersekolah di salah satu kabupaten kecil di Flores.

Tidak sampai di situ, pastinya juga untuk menaikkan gaya, maka dia harus membeli makanan ringan agar pembicaraan di kos semakin menyenangkan. Belum lagi ada anggaran untuk makan malam saat tiba di kos. Gengsi tidak mau jatuh.

Paling tidak, sekitar 50-an ribu uang yang bisa dikeluarkan. Andaikata gaya hidup ini dibuat setiap pekan, sekitar 200-an ribu yang dikeluarkan untuk sekadar bergaya di kos cewek.

Sementara itu, kiriman dari orangtua sangat terbatas. 1 juta sebulan terbilang banyak. Mungkin 400-600 ribu, dana yang diperlukan untuk semua anggaran selama sebulan. Konteksnya, salah satu kos di kabupaten Flores, yang mana waktu itu biaya kos masih terbilang murah.

Gaya hidup lebih dipengaruhi oleh keinginan. Keinginan untuk bergaul dengan teman-teman cewek. Apalagi jika teman-teman cewek itu seasal. Ini menjadi salah satu alasan untuk selalu berkunjung ke kos mereka.

Mungkin gaya hidup berkunjung ke kos cewek tidak terlalu menjamur saat ini. Smartphone menjadi medium yang gampang menjembatani relasi dengan orang lain. Mau berteman dan bertemu teman kos cewek bisa dijelajahi lewat media sosial. Kalau cocok, mungkin bisa bertemu. Jadinya, tidak perlu setiap waktu.

Yang mau ditekankan di sini adalah gaya hidup yang cenderung tidak berimbang dengan kemampuan finansial. Uang saku dari orangtua barangkali tidak seberapa. Tetapi, tingkat pengeluaran untuk pos-pos yang tidak penting atau untuk memenuhi ambisi gaya hidup terbilang besar.

Hal ini tidak saja terjadi di dalam konteks kehidupan seorang mahasiswa. Bahkan ini juga terjadi di dalam kehidupan seorang pribadi (single), sebuah keluarga dan komunitas.

Keinginan kerap kali begitu kuat melampaui kemampuan finansial. Ada kecenderungan untuk mempunyai barang-barang baru atau seperti barang yang dipunyai oleh orang lain.

Selain itu, pengeluaran begitu banyak, tetapi mengabaikan prioritas mana yang perlu dikedepankan. Pengeluaran mengikuti gaya hidup tanpa peduli jika ada kebutuhan yang perlu dipentingkan.

Keinginan kadang begitu kuat merasuki diri kita. Saat tidak terkontrol, keinginan itu menjebak kita pada aksi konsumerisme. Kita membeli pelbagai macam barang tanpa peduli apakah yang dibeli itu diperlukan ataukah tidak. Barangkali sempat terpakai, tetapi kemudian kita menjadi bosan. Ujung-ujungnya, ditumpuk seperti barang-barang usang.

Adik saya bekerja setahun lalu. Berusia 24 tahun. Karena masih single, ada kecenderungan untuk menghabiskan gaji pada barang-barang yang disukainya. Seperti sepatu, celana atau juga baju. Padahal, dia masih menyimpan banyak pakaian di lemarinya.

Makanya, suatu waktu yang berkelakar dengannya. Saya katakan kepada adik saya, "Sedikit demi sedikit, toko baju akan berpindah ke rumah kami." Pasalnya, dia sudah mempunyai banyak pakaian. Tetapi setiap menerima gaji, selalu ada kecenderungan untuk membeli pakaian baru.

Hanya karena ingin mengikuti gaya hidup tetapi mengabaikan apakah hal-hal yang dibelanjakan itu perlu ataukah tidak.

Bahkan keinginan juga terjadi karena faktor ikut-ikutan. Apa yang dimiliki oleh orang lain mesti juga dimiliki. Tidak heran, ingin berlomba-lomba untuk mempunyai barang yang sama, walaupun itu hanya memaksa kemampuan finansial.

Pada saat tingkat pemaksaan tidak bisa ditolerir, berutang menjadi alternatif. Meminta bantuan orang lain sembari menunggu gaji dari kerja untuk membayar utang tersebut.

Ini menyebabkan perputaran uang tidak berjalan teratur. Terima gaji, sebagiannya untuk membayar utang dan sebagiannya untuk anggaran rumah tangga.

Kalau tidak ada pemasukan tambahan lain, berutang lagi-lagi menjadi alternatif lain saat anggaran sisa dari gaji tidak mencukupi untuk kebutuhan sebulan. Pada akhirnya, berutang menjadi bagian dari cara hidup yang sulit dihindari.

Gaya hidup memang tidak hanya diatur, tetapi perlu dikontrol. Gaya hidup yang hanya memaksa kemampuan finansial semestinya direm. Untuk apa mengikuti keinginan, jika keinginan itu hanya membuat kita menjebak kita pada cara hidup yang salah.

Hemat saya, keinginan itu menjadi sisi kemanusiaan kita. Kita mempunyai banyak keinginan. Kita hanya perlu memilah-milah pelbagai keinginan itu dan mencari yang bermanfaat untuk kita.

Juga, kita perlu menimbang apakah keinginan itu seimbang dengan kemampuan finansial, ataukah hanya berat sebelah.

Gobin Dd

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun