Keinginan kerap kali begitu kuat melampaui kemampuan finansial. Ada kecenderungan untuk mempunyai barang-barang baru atau seperti barang yang dipunyai oleh orang lain.
Selain itu, pengeluaran begitu banyak, tetapi mengabaikan prioritas mana yang perlu dikedepankan. Pengeluaran mengikuti gaya hidup tanpa peduli jika ada kebutuhan yang perlu dipentingkan.
Keinginan kadang begitu kuat merasuki diri kita. Saat tidak terkontrol, keinginan itu menjebak kita pada aksi konsumerisme. Kita membeli pelbagai macam barang tanpa peduli apakah yang dibeli itu diperlukan ataukah tidak. Barangkali sempat terpakai, tetapi kemudian kita menjadi bosan. Ujung-ujungnya, ditumpuk seperti barang-barang usang.
Adik saya bekerja setahun lalu. Berusia 24 tahun. Karena masih single, ada kecenderungan untuk menghabiskan gaji pada barang-barang yang disukainya. Seperti sepatu, celana atau juga baju. Padahal, dia masih menyimpan banyak pakaian di lemarinya.
Makanya, suatu waktu yang berkelakar dengannya. Saya katakan kepada adik saya, "Sedikit demi sedikit, toko baju akan berpindah ke rumah kami." Pasalnya, dia sudah mempunyai banyak pakaian. Tetapi setiap menerima gaji, selalu ada kecenderungan untuk membeli pakaian baru.
Hanya karena ingin mengikuti gaya hidup tetapi mengabaikan apakah hal-hal yang dibelanjakan itu perlu ataukah tidak.
Bahkan keinginan juga terjadi karena faktor ikut-ikutan. Apa yang dimiliki oleh orang lain mesti juga dimiliki. Tidak heran, ingin berlomba-lomba untuk mempunyai barang yang sama, walaupun itu hanya memaksa kemampuan finansial.
Pada saat tingkat pemaksaan tidak bisa ditolerir, berutang menjadi alternatif. Meminta bantuan orang lain sembari menunggu gaji dari kerja untuk membayar utang tersebut.
Ini menyebabkan perputaran uang tidak berjalan teratur. Terima gaji, sebagiannya untuk membayar utang dan sebagiannya untuk anggaran rumah tangga.
Kalau tidak ada pemasukan tambahan lain, berutang lagi-lagi menjadi alternatif lain saat anggaran sisa dari gaji tidak mencukupi untuk kebutuhan sebulan. Pada akhirnya, berutang menjadi bagian dari cara hidup yang sulit dihindari.
Gaya hidup memang tidak hanya diatur, tetapi perlu dikontrol. Gaya hidup yang hanya memaksa kemampuan finansial semestinya direm. Untuk apa mengikuti keinginan, jika keinginan itu hanya membuat kita menjebak kita pada cara hidup yang salah.