Ya, di Filipina hanya 30 orang yang boleh mengikuti ibadah. 30 orang ini sudah termasuk pemimpin upacara. Salah satu siasat yang dibuat oleh pemuka agama adalah mengalokasikan banyak waktu untuk ibadah guna mengakomodasi umat yang hadir. Selain itu, upacara keagamaan pun tetap disiarkan lewat media internet, radio dan TV untuk mengakomodasi yang tidak bisa hadir di gereja.
Misalnya, di salah satu gereja terbesar di provinsi saya tinggal membuat lima jadwal misa dalam satu hari Minggu. Dikalikan dengan 30, diperkirakan 150 yang hadir. Tentunya, jumlahnya masih kurang. Pasalnya, sekali perayaan misa biasanya dihadiri oleh ratusan umat.
Barangkali para pemuka agama perlu berdamai dengan situasi. Kebijakan itu terlahir bukan saja untuk sekelompok orang, tetapi untuk kepentingan banyak orang.
Untuk saat ini, setiap pihak, termasuk tempat ibadah perlu berdamai dengan situasi. Juga, tidak jemu-jemu mencari strategi agar kehidupan beragama tidak pudar ditelan krisis dan menanti waktu yang tepat untuk kembali pada situasi semula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H