Pandemi korona memaksa tempat-tempat publik ditutup untuk sementara waktu. Kantor, sekolah, dan tempat ibadah adalah beberapa tempat publik yang tertutup untuk umum. Targetnya, tempat-tempat ini ditutup sampai jumlah kasus pandemi menurun dan sudah terkontrol. Lantas, bagaimana kalau kasusnya semakin meningkat?
Di Filipina, pemerintah daerah di sejumlah provinsi sudah mengijinkan untuk membuka tempat-tempat ibadah untuk publik. Ijinan keluar setelah menimbang situasi dan realitas sosial. Secara umum, kasus korona sudah terkontrol.
Walau demikian, aturan medis tetap menjadi standar dan landasan yang dipegang di balik ijinan pembukaan tempat-tempat ibadah. Bahkan pemerintah mewajibkan tempat-tempat ibadah ini mengikuti prosedur medis guna menghindari hal yang tidak diinginkan.
Beberapa aturannya seperti orang yang boleh datang beribadah hanyalah mereka yang berusia antara 21-59 tahun dan dalam kondisi sehat. Di luar jangkauan usia dan kondisi tersebut, mereka tidak diperkenankan untuk pergi ke tempat ibadah.
Selain itu, yang mengikuti ibadah wajib mengenakan masker. Prinsipnya, tidak ada masker, tidak boleh masuk pergi dan masuk ke tempat ibadah (No Masker, No Entry).
Sejauh ini banyak tempat ibadah sudah terbuka untuk publik dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang digariskan oleh pemerintah. Dengan ini, paling tidak kerinduan masyarakat untuk berdoa di tempat ibadah terjawab. Situasi ini tidak lepas dari kepatuhan masyarakat untuk tabah tinggal di rumah selama masa karantina. Â
Melansir berita dari Fox News (23/5/2020), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga menyeruhkan kepada para gubernur untuk membuka kembali tempat-tempat ibadah yang ditutup semenjak masa lockdown.
Donald Trump bahkan menyebut kalau tempat ibadah merupakan tempat yang esensial. Bahkan Trump mengatakan kalau di AS, masyarakat membutuhkan lebih banyak waktu untuk berdoa daripada kurang berdoa. Jadi, dengan membuka tempat-tempat ibadah itu, masyarakat mempunyai kesempatan untuk berdoa sebagai komunitas.
Di balik pemberian lampu hijau pembukaan tempat-tempat ibadah, Donald Trump mengingatkan kebijakan dan aturan yang mesti diikuti dan dipatuhi.
Lewat badan pusat pencegahan dan kontrol penyakit di AS, beberapa beberapa kebijakan itu antara lain kewajiban menggunakan penutup wajah (masker), membatasi jumlah orang yang hadir, dan menjaga social distancing selama ibadah.
Keputusan Donald Trump ini bisa saja terlahir berkat hasil pertemuannya dengan 1600 pastor dan pemimpin agama dari seluruh AS beberapa waktu hari lalu. Dalam pertemuannya itu, Trump memberikan jaminan kepada para pemimpin agama ini bahwa dia ingin agar gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah dibuka kembali setelah ditutup selama masa lockdown. Langkah ini bisa sejalan dengan keputusan untuk membuka tempat-tempat publik lainnya.
Sulit untuk melepaskan keputusan Trump ini dari motif politik. Pasalnya, pada pemilihannya sebagai presiden di tahun 2016, Komunitas Kristen Evangelical menjadi salah satu instrumen penting dalam pemilihannya sebagai presiden.
Bahkan dikabarkan kalau Trump masih menjaga hubungan baik dengan para pemimpin Gereja Kristen selama masa kepemimpinannya di Gedung Putih. Secara tidak langsung, keputusan ini bisa mempunyai motif dan langkah politik. Ujung-ujungnya, ini bisa menjadi bekal untuk pemilihan presiden pada bulan November mendatang.
Meski keputusan ini bermuatan politik, membuka tempat ibadah menyajikan dua sisi. Pada satu sisi, sisi negatifnya, keputusan membuka tempat ibadah beresiko. Terlebih lagi, AS belum mengontrol secara penuh penyebaran virus korona.
Tidak sedikit pengalaman yang menyatakan kalau peristiwa keterjangkitan virus korona bermula dari kerumunan massa yang terjadi di rumah ibadah. Makanya, keputusan ini mesti dibarengi dengan aturan dan kebijakan yang ketat agar pengalaman yang sama tidak terulang.
Pada sisi lain, pembukaan tempat ibadah adalah sebuah keputusan bisa dinilai tepat. Keputusan tepat ini dipertimbangkan berdasar pada keputusan membuka tempat-tempat publik lainnya. Apa perbedaan tempat ibadah dan tempat publik lainnya? Toh, dari sisi bentuk, mereka adalah tempat publik yang memungkinkan keramaian. Fungsi dan intensi orang-orang yang hadir bisa menjadi pembeda.Â
Donald Trump mengritisi beberapa gubernur yang menilai kalau klinik aborsi dan tempat penjualan minum keras sebagai tempat esensial. Karenanya, tempat-tempat ini mesti dibuka. Sebaliknya, Trump menilai jika tempat-tempat seperti itu esensial dan mesti dibuka, maka tempat-tempat ibadah juga esensial dan mesti ikut dibuka.
Ya, ironis juga. Pada satu sisi banyak orang berada pada keramaian di pasar, di tempat perbelanjaan dan tempat-tempat publik lainnya. Sementara itu, tempat-tempat ibadah dibiarkan tetap ditutup.
Kalau dipertimbangkan dari faktor keramaian, secara umum sisi keramaiannya sama. Malahan, keteraturan keramaian di tempat ibadah bisa dikontrol. Toh, penghormatan orang kepada tempat ibadah bisa menjadi faktor yang bisa mengontrol mereka untuk teratur berada di tempat ibadah.
Seringkali sangat gampang bagi seorang umat beriman berlaku sopan di tempat ibadah. Bahkan aturan di tempat ibadah seolah dianggap sebagai aturan yang mutlak untuk ditaati. Begitu pun, saya kira kalau menerapkan aturan medis di tempat ibadah. Pastinya umat bisa memahaminya.
Pernah seorang teman bercerita tentang pengalamannya antri di depan pasar umum. Dia harus antri di depan pasar selama lebih dari dua jam. Banyak orang. Kadang beberapa orang mengabaikan aturan physical distancing.
Sementara itu, kegiatan ibadah kerap kali hanya sejam atau lebih dari sejam. Namun, kegiatan di rumah ibadah dilarang, sementara aktivitas di tempat-tempat publik itu dibiarkan.
Mungkin, pertimbangan Donald Trump bisa menjadi poin positif bagaimana kita melihat sisi keramaian dan kerumunan massa di tempat-tempat publik. Di saat kita tetap menutup sekolah, tempat ibadah dan perkantoran, di tempat-tempat publik lainnya seperti area perbelanjaan dan pasar, orang masih datang dan memenuhi tempat-tempat publik ini.
Entah apa perbedaannya, tetapi melihat dari sisi keramaian dan kerumunan, situasinya hampir serupa. Hanya pemberlakuan kebijakan yang sangat berbeda. Jadi, sisi positif dari keputusan Donald Trump adalah memberikan peluang kepada setiap orang, baik itu berada di pasar, restauran dan tempat ibadah.
Sumber: USA Today (23/5/2020) dan FOX News.com (23/5/2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H