Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Mudik Dulu, Anggap Saja Kita Menderita Korona

22 Mei 2020   08:09 Diperbarui: 22 Mei 2020   08:09 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggap saja kita menderita korona. Demikian pernyataan seseorang di salah satu stasiun TV Filipina. Dia mengatakan bahwa kita mengenakan masker dan mengikuti aturan seolah-olah kita sementara menderita Covid-19. Menganggap diri sebagai pasien korona, walau sebenarnya tidak ada.

Memosisikan diri seolah-olah sebagai pasien korona, mau tidak mau mesti mengenakan masker dan mengikuti aturan medis. Pada saat kita mengenakan masker, pada saat itu pula kita melindungi orang lain. Pada saat kita mengikuti aturan medis, pada saat itu pula kita menjaga diri sendiri dan tidak membiarkan orang lain dari keterjangkitan virus korona.

Pada satu sisi, apa yang disampaikan itu mempunyai poin positif. Dalam mana, kita mungkin perlu menempatkan posisi diri kita sebagai salah seorang yang menderita korona. Mungkin dengan ini, tingkat kesadaran pada bahaya dari penyakit korona bisa meningkat. Kita memberikan perhatian pada diri kita sendiri, sembari berupaya melindungi orang lain.

Sering kali terjadi orang tidak mau peduli ketika persoalannya masih jauh dari diri. Di saat situasi masih aman, orang cenderung berbuat seenaknya saja. Orang akan merasa menyesal dengan apa yang terjadi saat dia sudah berhadapan dengan persoalan itu.

Pada beberapa hari terakhir ini, kita dihadapkan dengan tagar "Indonesia Terserah." Tagar ini menunjukkan pernyataan sikap tim medis atas apa yang sementara terjadi di tengah masyarakat. Mentalitas yang ditunjukkan oleh sebagian masyarakat seolah tidak memberikan apresiasi pada upaya dan perjuangan yang sementara dilakukan oleh tim medis.

Di banyak rumah sakit di tanah air, banyak tim medis berjuang. Mengorbankan waktu, tenaga, perasaan dan bahkan nyawa mereka demi menangani virus korona.

Sementara itu, pada level masyarakat, ada yang seolah tidak peduli pada situasi yang terjadi. Masih banyak orang keluar rumah dan membanjiri tempat-tempat publik tanpa peduli pada situasi yang terjadi.

Hemat saya, mentalitas ini tidak lepas dari pola pikir. Pola pikir yang menganggap remeh tentang persoalan krisis yang sementara terjadi. Pola pikir yang merasa diri hebat dan kebal dari krisis. Pola pikir yang menilai persoalan krisis sebagai tanggung jawab sebagain orang, dan bukannya tanggung jawab bersama.

Coba kita membangun pola pikir bahwa kita seolah menjadi pasien korona. Pada saat kita memosisikan diri sebagai pasien korona, kita juga mesti mempertimbangkan efek penyakit itu bukan saja untuk diri kita sendiri, tetapi untuk orang lain.

Pada saat itu, barangkali kita mulai peduli pada diri kita sendiri. Tentunya, sebagian besar dari kita cemas menghadapi kematian. Dengan pola pikir seperti ini, kita membangun kesadaran diri. Menjaga kesehatan pribadi sebagai cara menjaga sesama yang lain.  

Di balik menyeruak tagar "Indonesia Terserah", kita juga dihadapkan dengan tagar "Jangan mudik dulu." Persoalan mudik di tengah situasi pandemi sudah lama menjadi topik yang didiskusikan. Bahkan bukan pada level diskusi. Presiden sendiri sempat menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan mudik selama masa pandemi.

Hemat saya, tagar "jangan dulu mudik" bisa membahasakan situasi yang sedang terjadi. Tidak sedikit orang  yang mungkin tetap memilih untuk mudik, tanpa peduli pada keselamatan diri sendiri dan orang lain di kampung. Andaikata tidak ada mobilisasi massa, pastinya tagar seperti itu tidak mencuat ke permukaan.

Di hadapan niat untuk mudik, coba kita menempatkan diri sebagai pasien covid-19. Kita seolah-olah menderita covid-19. Apakah kita masih mau mudik?

Saya kira kalau mudik masih menjadi pilihan, itu menandakan ketidakwarasan. Pasalnya, bukan saja kita yang beresiko terancam, tetapi siapa saja yang kita temui saat kita mudik. Jadi, supaya kita tetap selamat, kita perlu meninjau keputusan untuk mudik.

Mudik bisa menjadi ancaman tersembunyi bagi mereka yang di rumah dan di keluarga. Terlebih lagi, kalau pemudik itu merupakan seorang carrier. Merasa diri sehat, tetapi virus malah bersemayam di dalam dirinya. Tidak mempunyai simpton, tetapi itu berpeluang untuk menjangkiti orang lain.

Makanya, kita coba menempatkan diri sebagai pasien korona. Kita seolah-olah menderita korona sehingga kita bisa mengendalikan diri untuk keluar dari rumah, mengikuti atutan dan tidak mudik ke kampung. Tak bisa dibayangkan karena kelalaian dan kekerasan kepala kita, kita bukan mengorbankan diri kita tetapi banyak orang.

#Janganmudikdulu agar kita selamat dan orang orang lain ikut selamat.

Gobin Dd 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun