Hemat saya, tagar "jangan dulu mudik" bisa membahasakan situasi yang sedang terjadi. Tidak sedikit orang  yang mungkin tetap memilih untuk mudik, tanpa peduli pada keselamatan diri sendiri dan orang lain di kampung. Andaikata tidak ada mobilisasi massa, pastinya tagar seperti itu tidak mencuat ke permukaan.
Di hadapan niat untuk mudik, coba kita menempatkan diri sebagai pasien covid-19. Kita seolah-olah menderita covid-19. Apakah kita masih mau mudik?
Saya kira kalau mudik masih menjadi pilihan, itu menandakan ketidakwarasan. Pasalnya, bukan saja kita yang beresiko terancam, tetapi siapa saja yang kita temui saat kita mudik. Jadi, supaya kita tetap selamat, kita perlu meninjau keputusan untuk mudik.
Mudik bisa menjadi ancaman tersembunyi bagi mereka yang di rumah dan di keluarga. Terlebih lagi, kalau pemudik itu merupakan seorang carrier. Merasa diri sehat, tetapi virus malah bersemayam di dalam dirinya. Tidak mempunyai simpton, tetapi itu berpeluang untuk menjangkiti orang lain.
Makanya, kita coba menempatkan diri sebagai pasien korona. Kita seolah-olah menderita korona sehingga kita bisa mengendalikan diri untuk keluar dari rumah, mengikuti atutan dan tidak mudik ke kampung. Tak bisa dibayangkan karena kelalaian dan kekerasan kepala kita, kita bukan mengorbankan diri kita tetapi banyak orang.
#Janganmudikdulu agar kita selamat dan orang orang lain ikut selamat.
Gobin DdÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H