Pola relasi senior dan yunior adalah salah satu kenyataan sosial. Umumnya, kenyataan ini cukup berakar pada konteks hidup sosial kita. Hal ini bisa terlahir karena proses pendidikan dan konteks budaya yang kita anuti.
Dalam proses pendidikan, kita sudah diatur menurut klasifikasi tingkatan atau kelas tertentu. Yang berada pada tingkat atas, mereka acap kali dinilai dan diposisikan sebagai senior. Mereka diposisikan sebagai senior karena faktor masa waktu mereka berada di sekolah. Mereka lebih lama daripada orang lain.
Yang baru masuk ke sekolah, mereka dipandang sebagai yunior. Menyandang status yunior dilatari karena mereka belum mengenal situasi. Pengalaman mereka terbilang minim. Mereka juga tidak mengetahui lingkungan sekolah dengan baik. Â
Tidak sedikit guru pun mengamini situasi ini. Kelas teratas ditempatkan pada posisi senior. Yang berposisi sebagai yunior seyogianya belajar dan bahkan patuh pada kata-kata senior yang berada pada tingkat atas.
Saya pernah berada pada dua jenjang senior dan yunior ini sewaktu berada di SMP dan SMA. Konteksnya, sekolah berasrama. Sewaktu berada di kelas satu dan dua, kami umumnya berperan sebagai yunior. Yang memainkan peran sebagai senior adalah kakak kelas, kelas 3.
Peran itu menyata lewat organisasi kepemimpinan di sekolah dan di asrama. Ketua OSIS dan ketua asrama serta perangkatnya berasal dari kelas 3. Pemilihan ini tidak lepas dari sisi senioritas.
Begitu pun kami saat masuk kelas 3. Secara otomatis kami menjadi senior. Apa yang dimainkan oleh angkatan-angkatan sebelumnya, juga dilanjutkan oleh angkatan kami. Â
Sementara itu, pada konteks budaya, umumnya fenomena senioritas ini terjadi berdasar pada faktor usia. Yang lebih tua mendapat peran lebih. Mereka memosisikan diri sebagai pemimpin dan sosok yang memberi perintah dan ditaati.
Sebaliknya, yang berusia muda menempatkan diri untuk patuh pada perintah dari pihak tua-tua. Meski demikian, mereka yang berada pada posisi yunior kelak akan menggantikan tempat para tua-tua. Karenanya, sembari patuh pada perintah, mereka juga sekiranya belajar dan menimbah pengalaman.
Saya pernah tinggal di wilayah pegunungan utara Filipina. Salah satu budaya yang dinamakan Igorot sangat kuat menganuti senioritas. Orang-orang tua mempunyai pengaruh dan peran. Anak-anak muda mesti menuruti orang-orang tua.
Pada saat orangtua memberikan nasihat dan instruksi, umumnya orang akan mengiakannya. Tetapi, pada saat anak muda yang memberikan nasihat dan instruksi yang sama itu, apalagi kalau berasal dari budaya lain, belum tentu hal itu disepakati.