Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Beban Batin Ketika Dibandingkan dengan Anak Tetangga

11 Mei 2020   12:51 Diperbarui: 14 Mei 2020   16:44 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika ada talenta baru dan berusia muda muncul ke permukaan dunia sepak bola, orang mulai coba membandingkan gaya permainannya dengan pemain yang sudah sukses. 

Tidak gampang sekaligus menarik jika pemain itu dibandingkan dengan mega bintang seperti Lionel Messi ataukah Cristian Ronaldo.

Perbandingan itu, di satu sisi, bisa mengangkat moral pemain baru itu. Dia akan berupaya untuk menjadi dan kalau bisa melampaui pemain yang menjadi referensi perbandingan. Bahkan dia bisa menjadikan itu sebagai kesempatan untuk belajar dari pemain yang sudah sukses itu.

Namun, di sisi lain, perbandingan itu malah bisa menjadi beban batin. Kualitas dari Lionel Messi dan Cristian Ronaldo yang menjadi tolok ukur perbandingan bukanlah sesuatu yang gampang untuk dipikul. Malah, kesuksesan mereka bisa menjadi bayang-bayang yang menimbulkan beban batin saat tampil di lapangan hijau. 

Makanya, saat pemain baru dibandingkan dengan pemain-pemain yang sudah sukses, mereka kerap berdalil kalau mereka tetap pribadi yang berbeda.

Di balik jawaban ini, boleh jadi seorang pemain tidak mau dihantui oleh rasa beban hanya karena sebuah perbandingan itu. Pasalnya, saat dia dibandingkan, dia juga akan dihadapkan oleh pelbagai ekspektasi dari klub dan suporter. Klub dan suporter ingin agar dia bisa tampil seperti pemain yang mereka harapkan.

Contohnya, kalau klub dan suporter membandingkan pemain mereka itu dengan figur Lionel Messi. Secara tidak langsung,  mereka berekspetasi untuk tampil seperti pemain Barcelona tersebut.

Tidak bermasalah jika hasilnya hampir serupa dan bahkan melampui referensi pembanding. Kalau tidak, hal itu malah menghambat perkembang talenta sang pemain di lapangan hijau. Ditekan oleh ekspetasi tinggi dari luar lapangan hingga berujung pada rasa beban saat bermain di tengah lapangan hijau.

Perbandingan di Keluarga

Perbandingan juga kadang terjadi pada lingkungan keluarga. Orangtua kerap membandingkan anak-anaknya. Anak pertama dibandingkan dengan anak kedua, ketiga atau bungsu. Pengecualian mungkin untuk anak tunggal.  

Perbandingan ini umumnya terlahir karena orangtua mengenal anak-anak dengan baik. Karakter anak pertama tentunya berbeda dengan anak kedua. Kualitas setiap anak pun unik. Karena ini, orangtua membandingkan performa setiap anak.

Perbandingan bisa menjadi bahan untuk menilai kelebihan dan keunikan setiap anak. Dengan ini, orangtua bisa menjadi sadar kalau setiap anak mempunyai kelemahan dan kekurangannya masing-masing.

Kesadaran ini pun bisa menuntun orangtua dalam mendidik anak. Boleh jadi, tidak semua anak dididik dengan pola yang satu dan sama.

Perbandingan agak menantang saat itu dilakukan dengan anak-anak tetangga. Apalagi kalau bahan perbandingan itu seputar tentang perihal kesuksesan anak-anak tetangga.

Pernah saya dibandingkan dengan anak tetangga sewaktu masih berada di bangku SD dan SMP. Anak tetangga kami umumnya berusia lebih tua dari saya. Ada yang sudah SMA dan berkuliah. Umumnya, mereka memiliki performa yang cukup bagus di bangku sekolah.

Kebetulan tetangga ini berkawan baik dengan orangtua kami. Jadi, setiap kali mereka bertemu, tetangga ini kerap menceritakan tentang kesuksesan anak-anak mereka di bangku kuliah. 

Orangtua kami lebih banyak membisu dan hanya mengagumi apa yang sementara terjadi pada anak-anak tetangga itu. Pasalnya, umumnya kami masih berada di bangku SD.

Namun, kisah tetangga ini kadang menjadi bahan perbandingan orangtua. Performa kami di rumah dan di sekolah dibandingkan dengan performa anak-anak tetangga.

Saat kami mempunyai nilai-nilai yang rendah di sekolah, orangtua mulai membandingkan itu dengan keberhasilan anak tetangga. Saat ada dari antara kami yang tidak disiplin, orangtua kadang kala mengambil referensi pada cara hidup yang dijalankan oleh anak-anak tetangga.

Perbandingan ini mungkin bertujuan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi kami. Tetapi, secara tidak langsung hal itu malah menimbulkan beban batin. Secara pribadi, saya dihantui oleh kesuksesan orang lain, dalam hal ini anak-anak tetangga. 

Dua dampak dari perbandingan

Perbandingan, pada satu sisi, bisa menjadi bahan pelajaran. Kita belajar dari kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Bahkan dari perbandingan itu bisa menjadi inspirasi untuk menjalankan panggilan hidup kita.

Pada sisi lain, perbandingan bisa menciptakan beban batin. Apalagi kalau perbandingan itu dijadikan patokan utama untuk menjalankan cara hidup harian. Apa yang dicapai oleh orang lain mesti menjadi pencapaian kita. Saat kita tidak mencapai level apa yang dicapai orang lain itu, kita pun dinilai gagal.

Dampak lain dari perbandingan adalah kita menjalani hidup secara tidak bebas. Bayang-bayang kesuksesan orang lain bisa menjadi beban tersendiri dalam menjalani panggilan hidup kita.

Ya, perbandingan mempunyai dua dampak yang berbeda. Pada satu sisi, perbandingan bisa menjadi motor yang bisa memacu kita untuk berusaha. 

Kita menjadikan kesuksesan orang lain sebagai bahan pelajaran dan bukannya bahan untuk meniru. Walau jalan dan pilihan berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang lain, tetapi semangat untuk suksesnya sama.

Pada sisi lain, perbandingan menjadi beban ketika kita dituntut untuk meniru atau menyerupai apa yang dilakukan oleh orang lain. Jalan hidup orang lain mesti menjadi jalan hidup kita. Keberhasilan orang lain mesti menjadi contoh bagi keberhasilan kita.

Harapan ini menghadirkan ekspektasi yang tinggi. Ujung-ujungnya, kita terbebankan apalagi jika kemampuan kita berbeda dengan orang lain. Dalam mana, kita diharapkan untuk menjadi seperti orang lain, sementara itu kita terbatas.  

Tidak masalah saat sebuah perbandingan bertujuan untuk memacu semangat dan menjadikan itu sebagai inspirasi. 

Menjadi persoalan saat perbandingan itu memaksa kita untuk menjadi seperti orang lain. Pada titik seperti itulah, kita bisa berhadapan dengan situasi beban batin.

Gobin Dd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun