Dengan kita lain, kita menunjukkan iman kita kepada Sang Khalik dengan memberikan sesuatu. Tujuannya bukan semata-mata diri kita, tetapi itu demi kemuliaan Tuhan.
Disposisi batin dalam memberi sangatlah penting. Disposisi batin itu bisa berupa rasa nyaman dan senang lewat aksi memberi walaupun nama kita tidak ditulis, diumumkan dan diakui publik.
Tetapi saat kita tidak merasa nyaman dan kecewa saat pemberian itu tidak diakui dan diketahui oleh orang lain, pada saat itu pula kita mendiskreditkan pemberian pada kepentingan tertentu. Kepentingan untuk terkenal dan mendapat pengakuan publik. Itu pun bukan lagi sedekah, walau konteks aksinya dalam nuansa musim upacara keagamaan.
Prinsipnya, disposisi batin dalam memberi mestinya gembira, nyaman dan bebas kepentingan. Pemberi sedekah tidak akan marah kalau namanya dan identitasnya sebagai pemberi tidak dikenal. Malah, dia lebih menjadi bahagia saat nilai pemberian itu bermanfaat dan membahagiakan orang lain. Dengan ini, dia ikut membagi kebahagiaan kepada orang lain.
Ada salah satu teks Kitab Suci Katolik yang membahasakan tentang seni memberi sedekah. Itu tertulis dalam Injil Matius bab 6 ayat 2. Di situ tertulis "Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu."
Teks ini menjadi salah satu referensi penting dari praktik bersedekah bagi umat Kristen Katolik selama masa puasa. Masa puasa untuk umat Katolik berlangsung selama 40 hari dan itu terjadi sebelum perayaan paskah.
Bersedekah juga menjadi salah satu dari tiga pilar selama menjalankan masa puasa. Dua pilar lainnya adalah berpuasa/berpantang dan berdoa.
Teks tentang memberi sedekah ini mengingatkan kita kalau bersedekah bukanlah instrumen bagi kita untuk menunjukkan kemampuan diri kita. Tetapi, bersedekah merupakan kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kasih Tuhan.
Dengan itu pula, lewat perbuatan amal itu, kita tidak menunjukkan diri kita sebagai pemberi, tetapi kita menunjukkan kalau Tuhan itu benar-benar nyata.
Makanya, memberi selalu dinilai sebuah seni. Salah satu fondasi dari seni memberi itu bermula dari disposisi batin pemberi. Bebas kepentingan dan tanpa berharap balasan.
Disposisi batin ini memang terlihat gampang untuk diuraikan, tetapi sulit untuk dipraktikkan. Pasalnya, kecenderungan manusiawi kita adalah memberi untuk mendapat pengakuan. Pengakuan publik menjadi salah satu motif banyak orang dalam memberi.