Ada salah satu pemandangan yang pernah saya lihat di salah satu rumah ibadah di Filipina. Pemandangan itu tentang tulisan yang berada di bagian belakang bangku-bangku di rumah ibadah itu. Sangat jelas dan gampang terbaca saat berada di pintu masuk. Â
Umumnya, tulisan-tulisan itu dimulai dengan kata "donated by". Setelahnya, diikuti oleh nama orang-orang tertentu.
Misalnya, donated by Mr. Gobin Dd (hanya sekadar contoh). Setelah ditelusuri, nama-nama itu menunjukkan identitas pendonasi dari bangku rumah ibadah tersebut.
Saya tidak mempersoalkan mereka yang bertanggung jawab pada rumah ibadah tersebut. Mungkin saja, mereka terdesak oleh situasi, tuntutan pendonasi dan bentuk menghormati penderma. Entah apa motifnya, tulisan itu menunjukkan sisi lain dari aksi memberi.
Tulisan ini bukan saja terjadi di rumah ibadah. Bahkan di tembok-tembok sekolah, tulisan "donated by" yang diikuti nama dari pemberi bisa kita temukan. Ini seolah menjadi praktik umum yang berlaku. Pendonasi mau diakui, diketahui dan dilihat oleh orang lain. Ini hanya dugaan saya.
Dengan melihat nama-nama pada bangku-bangku itu, orang bisa tahu siapa pendermanya. Nama-nama itu akan tetap di sana hingga barang sumbagan itu termakan usia. Kalau barang-barang yang didonasikan itu bertahan ratusan tahun, nama mereka juga akan berada di sana sepanjang waktu tersebut.
Ya, potret pemberi mempunyai pelbagai karakteristik. Ada pemberi yang tidak suka untuk diekspos. Kalau mereka memberi, mereka akan meminta untuk menuliskan namanya dengan inisial "NN". Walau nilai pemberian mereka terbilang besar dan bahkan lebih besar daripada mereka yang begitu ngotot untuk menuliskan nama mereka.
Ada orang yang sangat ingin agar namanya ditulis. Ditulis jelas. Kalau ada gelar tertentu, itu juga diikutsertakan. Dia ingin diketahui dan dikenal lewat pemberian itu. Dia ingin diakui secara publik.
Pada saat pemberinya tidak ditulis dan diakui, boleh jadi dia akan tersinggung dan marah. Ujung-ujungnya, dia tidak akan memberi sumbangan lagi.
Ada juga memberi karena musim. Musim politik, misalnya. Nama mereka harus disampaikan kepada publik. Tujuannya, agar bisa mendapat suara saat berlangsung kontestasi politik.
Sejatinya, memberi, apalagi itu derma dan sedekah, mesti bermula dari kesediaan hati. Seni dan nilai pemberian itu, bukan pada kuantitasnya, tetapi disposisi batin dalam memberi. Apalagi, bersedekah merupakan ekspresi iman.