Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hasrat Menjadi Viral di Media Sosial Tanpa Melukai Perasaan Sesama

4 Mei 2020   18:22 Diperbarui: 4 Mei 2020   18:26 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Search Engine Journal.com

Media sosial memberi ruang bagi kita untuk mengekspresikan diri. Kita bisa jadi terkenal laiknya seorang artis. Artis media sosial. Pendapat dan aksi kita bisa menjadi viral di dan lewat media sosial.

Menjadi viral selalu bergantung pada konten yang kita tawarkan. Saat sebuah konten menjawabi kebutuhan dan hasrat konsumen, orang yang terlibat dalam konten tersebut akan menjadi terkenal. Hasil produksinya pun menjadi viral dan bahkan hal itu bisa dinantikan banyak orang.

Namun, tidak jarang terjadi kalau sebuah konten menjadi viral bukan karena kualitas kontennya. Tetapi karena pengabaian kualitas yang disajikan dalam konten itu. Menjadi viral bukan karena itu mempunyai manfaat dan menawarkan kualitas tertentu. Tetapi itu terjadi karena merendahkan orang lain atau merugikan kepentingan bersama.

Contohnya, aksi seorang vlogger di salah satu provinsi di Filipina. Dia melakukan vlog di luar rumah selama masa karantina. Dalam vlognya itu, dia menyatakan kebosanannya tinggal di rumah selama masa karantina.

Ironisnya, dalam vlognya itu, dia memperlihatkan dirinya yang tidak mengenakan masker dan kerumunan massa yang sementara berenang di sungai. Vlognya itu diposting di medsos, tetapi itu mengabaikan dampaknya. Dampaknya merugikan kepentingan bersama. Yang dikedepankan hanya hasrat menjadi viral.

Karya vlognya itu memang viral di medsos. Viral bukan karena kualitasnya, tetapi pelanggaran yang diperlihatkan. Dia malah didatangi oleh pihak otoritas dan mesti menyampaikan permohonan maaf secara publik karena melanggar aturan karantina.

Atau juga, aksi YouTuber di Bandung. Melansir berita dari Kompas.com (4/5/2020), Youtuber ini melakukan "prank," aksi  berlebihan terhadap sejumlah kaum transgender. Dalam aksinya itu, YouTuber ini memberikan bingkisan serupa bansos. Namun, bingkisan itu bukan berisi laiknya bantuan kebutuhan pokok, tetapi  bingkisan berisi sampah dan batu.  

Aksi prank yang tidak bermartabat. Ingin viral, tetapi aksi itu mengabaikan kualitas dan sisi kemanusiaan. Di tengah krisis pandemi saat ini, seharusnya semua kita menunjukkan sisi kemanusiaan kita kepada sesama. Penderitaan dan kesulitan hidup orang lain tidak boleh dijadikan bahan untuk lelucon dan hiburan.

Saya sangat yakin aksi prank yang dilakukan itu merupakan upaya untuk menjadi viral. Menjadi terkenal lewat konten di internet atau lewat media sosial.

Mungkin terlalu berhasrat untuk menjadi viral, tetapi kualitas dan manfaat dari aksi tersebut diabaikan. Aksi itu malahan merendahkan orang lain. Pantas saja publik bereaksi.

Publik bereaksi bukan karena niat untuk menjadi viral, tetapi karena kualitas yang ditawarkan. Niat untuk menjadi viral adalah hak setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun