Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Middle Name", Nama Ibu yang Melekat pada Seorang Anak

18 April 2020   08:59 Diperbarui: 18 April 2020   09:26 2354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemberian nama. Sumber foto: the list.com

Menariknya, identitas ayah dan ibu tidak dilepaspisahkan dari diri anak. Dengan adanya nama itu, anak bisa mengingat siapa ayah dan ibunya.

Di budaya kami Manggarai, pemberian nama tidak terlalu spesifik. Nama belakang bisa diambil nama dari ayah. Juga, tidak semua orang. Nama tengah biasanya tambahan yang merupakan hasil kreativitas orangtua.

Ganti Nama, Tidak Suka dan Tidak Nyaman
Kadang kala ada yang memodifikasi dan mengganti nama mereka dengan nama lain. Kelihatannya, itu dilatari faktor senang-senang, mencari sensasi dan lain sebagainya.  

Saya mempunyai seorang teman yang kerap berganti nama. Entah apa yang melatarinya untuk kerap mengganti namanya.

Keluarga dan orang-orang dikampungnya memanggilnya dengan nama Ori. Tetapi sewaktu dia mengeyam pendidikan di bangku SMA, dia lebih suka dipanggil Gusti. Di bangku kuliah, dia kembali mengubah namanya. Dia lebih senang kalau dipanggil Kiki.

Nama barunya gampang dikenal karena karena dia begitu rajin menulis sewaktu SMA di majalah dinding. Sewaktu kuliah, dia terlibat dalam aktivitas dunia radio. Lewat tulisan dan radio, dia memperkenalkan nama baru hingga menjadi familiar bagi yang lain.

Persoalannya, saat orang-orang sekampung datang berkunjung ke sekolah. Kebetulan kami tinggal di sekolah berasrama. Mereka menggunakan nama Ori, tetapi sebagian besar dari kami tidak tahu yang bernama Ori. Yang kami kenal hanya yang bernama Gusti.

Faktor ketidaksukaan dan ketidaknyamanan pada nama juga terjadi karena nama itu ternyata berkonotasi negatif di tempat dan budaya lain.

Seorang teman tidak nyaman dengan nama belakangnya. Pasalnya, nama belakangnya itu berkonotasi negatif pada salah satu bahasa daerah di Flores. Di daerahnya, nama belakangnya itu sudah biasa dipakai. Konon, nama belakangnya itu melekat dengan sukunya.

Tetapi di tempat lain dengan bahasa daerah yang berbeda, nama belakangnya itu berkonotasi negatif. Makanya, setiap kali namanya dipanggil dan disebut, orang-orang yang memahami konotasi negatif dari namanya itu akan tersenyum. Bahkan, gara-gara namanya itu, dia kerap menjadi bahan lelucon. Sebagai jalan keluar, dia selalu menuliskan nama belakangnya itu dengan inisial.

Nama memang penting. Ini menunjukkan siapa diri kita. Ini juga bisa menjelaskan tentang asal, latar belakang dan situasi di mana dan kapan kita dilahirkan. Karenanya, pemberian nama tidak boleh dianggap enteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun