Bagi daerah yang memberlakukan karantina wilayah secara ketat, situasi sepi menjadi pemandangan yang tidak dielakkan.Â
Mobilisasi masa di luar rumah begitu minim. Jalan raya terlihat lengang. Sebagian besar orang harus tinggal dan berada di rumah.
Di Filipina, semenjak pemberlakuan karantina wilayah, jalan raya dan lingkungan di sekitar berubah sepi. Sebagian besar orang harus tinggal di rumah. Ini adalah bagian dari aturan untuk menjaga physical distancing. Ada jadwal yang sudah diatur untuk bepergian ke luar rumah, misalnya, ke kota.
Mereka yang boleh pergi juga adalah mereka yang sudah mengantongi kartu identitas dari pihak pemerintah kabupaten. Hanya satu orang di salah satu keluarga yang mengantongi kartu identitas itu. Tanpa kartu identitas karantina itu, seseorang tidak seenaknya melakukan perjalanan. Dengan aturan seperti ini, paling tidak banyak orang yang mengikuti aturan physical distancing.
Dibarengi dengan situasi sepi ini, satu kecenderungan yang pasti adalah orang menjadi aktif di media sosial. Di Filipina, penggunaan aplikasi WhatsApp belum terlalu diminati bila dibandingkan di Indonesia. Yang masih umum dipakai adalah aplikasi Facebook dan Messenger.
Media sosial menjadi medium yang menemani selama masa karantina. Pelbagai berita dan informasi gampang diperoleh lewat medsos. Sharing berita dari anggota grup sangat membantu untuk menambah informasi.
Medsos menjadi tempat meluapkan pelbagai perasaan. Terlebih khusus, perasaan di tengah situasi masa karantina. Meski diluapkan dengan meme-meme yang bernada lucu, tetapi dibalik itu ada keprihatinan, kesedihan dan kekecewaan dengan situasi yang sedang terjadi.
Saya mengikuti dua grup di aplikasi Messenger FB dan beberapa grup di aplikasi WA. Aplikasi grup FB ini terdiri dari orang Filipina. Sementara aplikasi WA terdiri dari orang-orang Indonesia yang tinggal di Filipina. Aktivitas di grup ini meningkat bila dibandingkan dengan situasi sebelum masa karantina.
Jika sebelum masa karantina, hanya informasi penting yang nampak di grup. Juga, hanya orang-orang yang sama yang memposting sesuatu di grup.
Memang, ada video, gambar dan meme, tetapi tanggapan dari anggota grup acap kali kering dan tidak begitu antusias. Mungkin ini terjadi karena sebagian besar orang sibuk dengan pekerjaan dan urusan pribadi. Sehingga, waktu berdiam diri dengan media sosial begitu sedikit.
Namun, saat ini anggota grup tiba-tiba aktif. Banyak video, gambar dan tulisan yang nampak di grup. Bukan hanya orang-orang yang sama yang memposting. Bahkan yang tidak biasa posting manjadi aktif. Banyak anggota grup juga yang ikut berkomentar guna menambah hangat diskusi dan pembicaraan di grup.
Intensitas interaksi yang tinggi di medsos ini bisa dilihat lewat pesan yang masuk. Sehari bisa lebih dari ratusan pesan yang masuk di satu grup. Kalau ada empat sampai lima grup, bisa ada 500 pesan yang masuk.
Saya sendiri merasa malas untuk mengecek semua pesan yang masuk. Padahal, sebelumnya jarang sekali pesan masuk. Sepi dari keterlibatan anggota grup. Biasanya, saya membukanya atau menandai pesan sudah terbaca.
Salah satu alasan, anggota grup tidak mempunyai kesibukan di masa karantina. Mungkin juga memiliki kesibukan di rumah, tetapi kejenuhan juga tidak bisa dihindari. Guna melawan situasi jenuh itu, media sosial menjadi tempat penghiburan diri.
Media sosial menjadi salah satu hiburan dan medium untuk mengekspresikan diri di tengah masa karantina. Selain itu, media sosial juga menjadi tempat menjalin relasi dengan orang lain. Walau di dunia nyata kita terikat oleh himbauan untuk membangun dan menjaga physical distancing, namun lewat medsos, physical distancing tidak berlaku.
Malah secara umum, medsos malah menguatkan ikatan dan relasi sosial antara satu sama lain. Walau ikatan itu sendiri belum tentu mendalam seperti yang terjadi dunia nyata.
Tidak hanya itu, lewat relasi yang terbangun di medsos, banyak pengalaman yang disampaikan. Apalagi kalau komposisi anggota medsos terdiri dari orang-orang yang berasal dari daerah dan latar belakang yang berbeda.
Informasi, berita dan pandangan tertentu cepat menyebar. Bahkan kalau ada berita hoaks, salah satu anggota atau beberapa anggota bisa mengoreksi kebenaran berita tersebut.
Untuk saat ini, keramaian di medsos membantu dalam relasi dan membagi informasi terkini tentang Covid-19. Mungkin hanya untuk sementara waktu.
Saat sebagian besar dari anggota grup kembali pada rutinitas harian, keramaian itu bisa kembali menurun. Kecuali, kalau ada berita yang berkaitan dengan salah satu anggota grup atau berita panas tentang situasi dan tempat tertentu.
Di luar rumah kita, situasi mungkin saja sepi. Tetapi di medsos, situasi begitu ramai. Tidak terikat aturan physical distancing.
Hal yang terpenting adalah keramaian itu dibumbui oleh percakapan yang positif, postingan yang menambah pengetahuan tentang Covid-19 dan selalu menghindari berita-berita hoaks.
Beruntung wabah ini terjadi di saat media sosial sudah berkembang. Entah apa jadinya kalau medsos belum eksis. Atau juga, entah apa jadinya kalau di masa karantina, signal phone juga bermasalah. Pastinya, hidup kian rumit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H