Bahkan dalam salah satu sesi konfrensi pers, tidak tanggung-tanggung Presiden Filipina, Duterte menyebut tim medis yang meninggal dunia karena pelayanan mereka pada pasien Covid-19 sebagai pahlawan masa kini.
Bahkan akhir-akhir ini mencuat wacana agar mereka dikuburkan di tempat makam pahlawan laiknya sebagai pahlawan. Tidak berlebihan untuk menyebut mereka pahlawan bila menimbang pengorbanan yang mereka berikan untuk saat ini.
Toh, jati diri seorang pahlawan selalu identik dengan pengorbanan. Untuk konteks wabah Corona, pengorbanan tim medis sulit dibahasakan. Secara umum, mereka mengorbankan hidup mereka demi menyelamatkan hidup orang lain.
Karenanya, sangat disayangkan jika balasan yang mereka peroleh adalah tindakan diskriminasi. Tindakan diskriminasi itu berupa penolakan kehadiran mereka di lingkungan di mana mereka tinggal. Bahkan tragisnya, jenasah beberapa tim medis ditolak warga untuk dikuburkan di tempat pemakaman mereka.
Hemat saya, penolakan jenasah tim medis  merupakan bentuk kesempitan berpikir. Kurangnya edukasi dan terbatasnya pemahaman tentang Covid-19.
Padahal, mereka memberikan nyawa mereka karena pengorbanan mereka untuk banyak orang. Balasan yang patut diberikan bagi mereka adalah penghargaan. Respek.
Kita berlaku respek karena mereka mau mengorbankan jiwa dan raga mereka demi menyelamatkan banyak orang dan melindungi kita dari serangan virus Corona. Â
Sekiranya, Â pelbagai bentuk tindakan diskriminasi yang menimpa tim medis tidak terjadi lagi. Mereka patut mendapat respek dari kita. Kita bisa saja masih selamat dan nyaman hingga saat ini karena upaya tim medis yang sedang dan sudah memberikan diri mereka secara langsung melawan wabah virus Corona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H