Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Suka dan Duka Hidup Single dan Tinggal di Rumah Selama Masa Karantina

16 April 2020   18:20 Diperbarui: 17 April 2020   04:34 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah virus Corona menghentikan banyak rutinitas di luar rumah. Keharusan tinggal di rumah menjadi salah satu himbauan yang diserukan oleh pemerintah. Aktivitas pun berubah arah. Kita didorong untuk menjalankan aktivitas di dan dari rumah.

Umumnya, tinggal di rumah berarti berada bersama dengan anggota keluarga yang lain. Orangtua dan anak-anak. Bahkan, ada juga yang merupakan keluarga besar seperti tinggal bersama orangtua mantu.

Namun, tidak sedikit orang yang tinggal sendiri. Tanpa anggota keluarga. Hidup single. Tinggal sendiri di apartemen, di kos atau juga di tempat-tempat lainnya.

Hidup single itu bisa terjadi karena situasi ataukah pilihan hidup. Faktor situasi itu bisa berupa perceraian. Pernah tinggal dengan patner hidup, tetapi kemudian berpisah dan memilih untuk hidup sendiri.

Hidup single itu juga bisa berupa pilihan hidup. Tidak mau menjalin relasi dengan orang lain. Walau hidup single, kadang ditemani oleh pembantu rumah tangga. Jadi, meski konteksnya hidup single, tetapi paling tidak dalam keseharian ada orang yang datang membantu untuk melakukan aktivitas di rumah.  

Bagi sebagian orang, pilihan hidup single dan tinggal sendirian bukan merupakan pengalaman yang menyenangkan. Terlebih khusus, orang yang berkarakter sosial. Cenderung untuk berada bersama dengan orang lain. Saat berada sendiri cepat merasa bosan dan bahkan frustrasi.

Tetapi tidak sedikit orang juga yang merasa nyaman tinggal sendiri tanpa kehadiran orang lain. Bahkan dengan kehadiran orang lain, dia merasa tidak nyaman.

Nyaman menjalani hidup single dan tinggal sendiri sebenarnya bergantung pada kepribadian setiap orang. Untuk hal ini, kita mungkin familiar dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Suka dan duka hidup single dan tinggal sendiri di Rumah
Sejak pemberlakuan masa karantina di Filipina, saya sebagai seorang yang berstatus single harus tinggal sendiri. Pilihan tinggal sendiri ini bukan semata faktor kepribadian. Pilihan hidup, Ya!

Hal ini terjadi karena tuntutan situasi. Sebelum masa karantina, saya terbiasa berada dengan beberapa orang di rumah. Mereka biasanya membantu urusan rumah tangga dan urusan lainnya.

Selain itu, aktivitas di luar rumah juga memungkinkan saya untuk bertemu banyak orang dengan karakter yang berbeda. Jadinya, meski hidup single, namun karena situasi rumah dan pelbagai aktivitas, saya kerap bertemu dengan banyak orang. 

Dengan kata lain, ada kompensasi hidup single lewat aktivitas dan perjumpaan dengan banyak orang di luar rumah.

Namun, masa karantina mengharuskan orang-orang yang biasa membantu di rumah saya untuk pulang dan tinggal di rumah mereka. Mereka berasal dari desa tetangga.

Untuk datang ke sini, mereka harus melewati beberapa tempat posko pengecekan dan pertemuan dengan orang lain. Selain itu, biaya transportasi menjadi mahal karena pembatasan sarana transportasi.

Karena faktor-faktor ini dan terlebih khusus faktor keselamatan mereka dan saya sendiri dari keterjangkitan virus Corona, saya pun meminta mereka untuk tidak perlu datang ke rumah saya hingga situasi membaik.  

Situasi memaksa saya untuk tinggal sendiri sebagai seorang berstatus single. Situasi rumah menjadi berubah.

Semua aktivitas dan kesibukan di rumah, saya kerjakan sendiri. Melakukan setiap pekerjaan sendiri membuat hidup menjadi menarik. Masak, cuci baju, membersihkan rumah dan pelbagai aktivitas lainnya dilakukan sendiri.

Dengan ini, tinggal sendiri tidak menjadi pengalaman yang membosankan. Paling tidak, sehari saya mengisi waktu di rumah dengan kegiatan tertentu. Aktivtias simpel tetapi bisa menemani kesendirian. Bahkan sedapat mungkin, saya mengaturnya agar setiap hari selalu ada aktivitas di rumah.

Namun, di pihak lain tinggal sendiri tanpa orang lain juga kadang membuat saya merasa sepi. Merasa bosan tidak terlalu, tetapi kesepian kadang terjadi. Sebabnya, tidak ada teman berbicara dan bertukar pikiran.

Saya termasuk salah seorang yang lebih suka bertukar pikiran secara langsung daripada lewat media phone. Lebih nyaman saat bertatap muka karena kita bisa merasakan kehadiran seseorang dan cara berkomunikasi dengan orang lain secara langsung.

Karena aturan karantina yang begitu ketat, sehari bahkan tidak berjumpa dengan orang lain. Pada situasi seperti ini, kesepian menjadi situasi yang sering terjadi. Butuh teman bicara dan bertukar pikiran. Ujung-ujungnya, bermain di media sosial tetapi itu tidak memberikan kepuasan penuh. Perjumpaan langsung dengan orang lain tetap berbeda.

Ternyata hidup single dan sendiri itu tidak gampang. Kita butuh orang lain sebagai teman berbicara dan bertukar pengalaman.

Namun, bagi orang-orang tertentu, situasi ini bukanlah apa-apa. Hidup single dan tinggal sendiri sepanjang hari di rumah bukanlah persoalan. Malahan, dia merasa nyaman dengan situasi itu.

Ada salah satu anggota keluarga kami. Sebelumnya dia bekerja di Kupang, NTT. Setelah beberapa tahun bekerja di ibu kota, dia pulang ke daerah kami. 

Semua anggota keluarga merasa senang. Pasalnya, sudah berpuluhan tahun dia bekerja di luar kabupaten. Lantas, perpindahan itu dinilai menjadi kesempatan untuk berkumpul bersama. Terlebih lagi, dia memilih untuk hidup single.

Namun, kesan itu berubah saat melihat kepribadiannya. Dia cenderung menghabiskan banyak waktu di kos. Dia hidup sendiri dan sebagai single di sebuah kos. Paling-paling, dia bertemu dengan orang lain di tempat kerja. Jarang sekali dia mengikuti kegiatan keluarga. Dia cenderung merasa nyaman tinggal di kos dan berada sendiri.

Banyak anggota keluarga tidak terima dengan kepribadiannya itu. Bagi mereka, berkumpul bersama anggota keluarga merupakan hal yang sangat perlu. 

Padahal, itu merupakan kepribadiannya. Kepribadiannya menjadikannya nyaman untuk hidup sendiri, meski berstatus single dan menghabiskan banyak waktu di rumah.

Tinggal sendiri sebagai seorang single mempunyai suka dan dukanya. Suka dan dukanya itu bergantung pada kepribadian setiap orang.

Namun di balik itu, tinggal sendiri dan sebagai seorang single di masa karantina memberikan banyak pelajaran hidup. Salah satunya mengenai makna relasi sosial.

Ternyata, relasi sosial sangatlah penting. Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan kita membangun relasi sosial dengan orang lain.

Sebaliknya, kita memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk berelasi secara positif dan benar dengan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun