Wabah virus Corona sedang mengganggu kenyamanan hidup kita. Pelbagai dampak sedang dan akan menghantui tataran hidup kita manusia. Bahkan virus Corona ini menciptakan pola pikir dan tingkah laku tertentu, entah itu positif dan negatif.
Pola hidup yang positif itu hadir lewat solidaritas antara satu sama lain. Setiap orang saling membantu tanpa memandang sekat perbedaan. Banyak orang berubah dermawan. Di beberapa negara, para pejabat publik rela memangkas gaji mereka demi kepentingan penanganan virus Corona.
Namun, di sisi lain wabah virus Corona menciptakan pola pikir dan laku yang negatif. Hal ini nampak aksi diskriminasi yang terjadi pada beberapa tempat. Diskriminasi itu terjadi dalam pelbagai rupa.
Seperti misal, orang melakukan diskriminasi karena ciri fisik yang identik dengan ras China walau tidak menyandang status kewarganegaraan China.
Tidak sedikit laporan yang berbicara tentang orang-orang yang memperlakukan tidak sopan pada ras ini hanya karena asal muasal virus Corona dari Kota Wuhan, China.
Selain itu, akhir-akhir ini kita mungkin membaca dan menonton tentang perlakuan diskriminasi pada kaum medis. Mereka ditolak di lingkungan tempat tinggal mereka.
Padahal, mereka sudah berkorban melayani dan menangani pasien Covid-19. Namun balasan tidak setimpal dengan pengorbanan mereka. Beberapa dari antara mereka ditolak dengan alasan kecemasan pada penyakit Covid-19.
Diskriminasi juga menjadi sebab mantan pesepakbola asal Afrika Samuel Eto'o dari Kamerun  dan Didier Drogba dari Pantai Gading tersinggung. Kedua striker yang  yang pernah tampil gemilang pada tahun 2000-an di daratan Eropa ini tidak terima saat dua orang dokter asal Perancis menyatakan kalau Benua Afrika cocok sebagai tempat untuk uji coba vaksin untuk virus Corona.
Sangat beralasan untuk marah pada pernyataan seperti itu. Pasalnya, nasib manusia bukan sebagai tempat untuk uji coba. Apalagi mereka secara spesifik menyebutkan Benua Afrika sebagai tempat uji coba. Mengapa harus menyebut Benua Afrika dan bukannya tempat lain?
Siapa pun pasti tersinggung kalau dinilai sebagai bahan percobaan untuk vaksin virus Corona. Pasalnya, virus Corona ini bukan hanya cocok mengenai orang-orang tertentu. Siapa saja bisa menjadi penderita Covid-19.
Dengan ini, setiap orang bisa menjadi obyek percobaan kalau vaksin itu memang ada. Tentunya, percobaan itu terjadi bukan karena obyek percobaan itu tidak berharga, tetapi dia tahu dan sadar akan manfaat dari percobaan itu untuk banyak orang.
Di saat hanya melihat percobaan itu untuk orang, ras, tempat dan budaya tertentu, pada saat itu ada nuansa diskriminasi. Betapa tidak, virus Corona itu bisa  menjangkiti siapa saja dan bukan hanya latar belakang tertentu.
Boleh saja ini menjadi alasan bagi Eto'o dan Drogba tersinggung dengan uji coba vaksin untuk Corona. Mereka menilai kalau pernyataan para dokter itu merupakan pernyataan bernuansa rasis.
Reaksi Eto'o dan Drogba hadir menyikapi pernyataan dua orang dokter di salah satu stasiun TV Perancis (Goal.com 3/4/2020).
Kedua dokter ini menyatakan bahwa guna mengecek vaksin untuk virus Corona, vaksin itu mesti diujicoba di Afrika.
Pernyataan kedua dokter ini bermula dari vaksin yang biasa dipakai dalam mengatasi penyakit TBC. Menurut pertanyaan salah satu dokter, mungkinkah vaksin itu bisa dipakai di Afrika di mana tidak  ada masker dan tidak ada pelayanan.
Pertanyaan itu diamini oleh salah satu rekan dokter lainnya, dalam mana vaksin itu bisa diuji coba di Benua Afrika.
Samuel Eto'o mengutuk pernyataan kedua dokter itu. Mantan striker Barcelona dan Inter Milan itu menulis di instagram bahwa Afrika bukanlah milikmu untuk dijadikan tempat bermain.
Sementara itu, Didier Drogba sendiri menilai kalau Afrika bukanlah laboratorium tempat pencobaan vaksin. Mantan striker Chelsea ini juga menuduh para dokter yang memperlakukan manusia seperti Babi Guinea.
Terang saja, pernyataan kedua dokter itu dinilai merupakan bentuk rasis. Betapa tidak, dengan menyebut salah satu tempat sebagai tempat uji coba, mereka secara tidak langsung  mengkotakkan orang-orang dalam pola pandang tertentu.
Di tengah situasi pandemi Corona, seharusnya yang paling ditekankan adalah solidaritas. Solidaritas untuk melawan bersama pandemi itu. Toh, hampir seluruh negara sementara melawan pandemi ini.
Dengan solidaritas itu, keuntungannya bukan untuk satu negara dan tempat, tetapi untuk kebaikan umat manusia secara umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H