Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Lockdown, Antara Menjadi Berkat Ataukah Menjadi Sebab Persoalan di Keluarga

29 Maret 2020   06:06 Diperbarui: 29 Maret 2020   08:23 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: independent.com

Lockdown menjadi pilihan beberapa wilayah dan negara dalam membatasi penyebaran virus Corona. Aturannya, setiap masyarakat seyogianya tinggal di rumah dan tidak diijinkan untuk keluar. Kecuali kalau ada urusan mendesak dan itu pun mesti mendapat ijinan khusus dari otoritas.

Untuk sebuah keluarga, tinggal di rumah dalam rentang waktu yang lama terlihat kesempatan ideal. Keluarga mempunyai waktu untuk berada bersama. Ruang untuk mencari alasan untuk tidak bersama keluarga menjadi tertutup. Lockdown mewajibkan siapa saja untuk tinggal di rumah.

Toh, walau orangtua masih bekerja, secara fisik mereka masih berada di rumah bersama anak-anak. Saat ada waktu jedah dari pekerjaan, orangtua mempunyai waktu untuk berada dengan anak-anak.

Begitu pun anak-anak. Mereka tidak mempunyai pilihan untuk meninggalkan rumah. Tinggal bersama orangtua di rumah menjadi pilihan terakhir di tengah keputusan lockdown.

Idealnya, tinggal di rumah sebagai sebuah keluarga merupakan momen yang spesial. Toh, gambaran ideal sebuah keluarga adalah berada bersama. Kebersamaan itu dibarengi dnegan interaksi yang semakin intens. Komunikasi semakin sering antara satu sama lain.

Namun hal ini bergantung pada keluarga itu sendiri. Dalam mana, orangtua memiliki kemampuan untuk melihat kesempatan tinggal bersama sebagai waktu berkualitas untuk berelasi dan berkomunikasi di antara satu sama lain.

Tanpa ada upaya dari orangtua untuk membangun relasi dan komunikasi antara satu sama lain, tinggal bersama itu bisa terlihat dan berbuah hampa. 

Boleh jadi, situasinya tinggal dan berada bersama, tetapi anggota keluarga sibuk dengan phone sepanjang hari, nonton TV dan sibuk dengan pekerjaan. Jadinya, tinggal bersama hanyalah slogan yang tidak dibarengi dengan manfaat.

Di beberapa negara seperti Brasil, Jerman, Italia dan China, salah satu hal yang terjadi di balik situasi lockdown adalah kekerasan rumah tangga. Ada pelbagai laporan yang mengindikasi tentang kekerasan yang terjadi di rumah.

Laporan kekerasan itu menunjukkan kalau tinggal bersama di sebuah keluarga malah menjadi momok bagi sebagian orang. Alih-alih tinggal di rumah sebagai kesempatan untuk membangun relasi yang harmonis, malah beberapa orang mengalami kekerasan.

Korban kekerasan itu umumnya adalah kaum perempuan dan anak-anak. Melansir laporan yang termuat di The Guardian. com (28/3/2020), di balik situasi lockdown dan isolasi, mencuat fakta tentang pelbagai kekerasan pada kaum lemah seperti perempuan dan anak-anak.

Contohnya, di provinsi Hubei, China, tempat bermula kasus Covid-19. Menurut Wan Fei, pensiunan polisi menilai peningkatan kasus kekerasan selama masa isolasi. 

Tahun lalu 47 kasus kekerasan dan tahun 2020 ini sudah meningkat menjadi 162. Menurutnya, 90% dari kasus ini berhubungan dengan situasi lockdown karena Covid-19.

Sementara itu di Brasil, menurut Adrina Mello, hakim yang menekuni bidang kekerasan rumah tangga mengatakan kalau ada peningkatan 40 -- 50 persen kekerasan yang terjadi pada level rumah tangga.

Di Spanyol, salah satu negara yang sangat berdampak virus Corona juga mengalami nasib serupa. Salah satu kasus tragis terjadi pada tanggal 19 Maret. Seorang suami nekad menghabisi istrinya di depan anak-anak mereka di Valencia.

Berhadapan dengan pelbagai situasi kekerasan yang terjadi di rumah tangga, pelbagai pihak coba mencari solusi. Di Roma, Italia, aktivis anti kekerasan membuka media sosial dan telepon guna menerima laporan dari korban kekerasan supaya bisa ditindaklanjuti sesegera mungkin.
 
Sementara di Spanyol, pemerintah tidak akan menghukum seorang perempuan keluar dari rumah selama masa lockdown atau isolasi hanya karena dia melaporkan kekerasan yang dialaminya.

Situasi lockdown dan isolasi memang tidak mudah. Banyak pihak yang melihat kalau situasi ini memberikan tantangan tersendiri bagi kaum perempuan dan anak-anak. Mereka rentan pada kekerasan.

Latar belakanga kekerasan itu berbeda-beda. Kekerasan itu bisa terjadi karena persoalan ekonomi, sosial dan relasi antara satu sama lain. Peluapannya adalah kepada patner dan anak-anak yang terlihat lemah.

Pada situasi seperti ini, konsekuensi lockdown dan isolasi tidak terbatas pada level ekonomi semata. Persoalan pada level rumah tangga bisa saja terjadi.

Hemat saya, persoalan kekerasan bisa terjadi pada keluarga yang mempunyai rekam jejak yang tidak baik. Ada persoalan lama yang dipendam atau di atas tetapi tidak diselesaikan secara total. Persoalan itu terkontrol karena setiap pihak mempunyai kesibukan dan rutinitas di luar rumah. Paling-paling di rumah hanya bertemu sementara waktu.  

Kesibukan dan rutinitas itu berhenti karena situasi. Tinggal di rumah tanpa rutinitas menjadi pilihan yang tidak bisa ditolak. Pada situasi seperti ini bisa menghadirkan kembali persoalan masa lalu. 

Terlebih lagi tinggal di rumah itu tidak dibarengi dengan kenyamanan secara ekonomi/keuangan dan sosial/relasi antara satu sama lain.

Sekiranya bagi keluarga-keluarga kita, tinggal di rumah mesti menjadi momen untuk saling menguatkan. Hal itu juga merupakan kesempatan untuk berada bersama sebagai sebuah keluarga. Relasi antara satu sama lain semakin erat dan akrab. Setiap orang bersatu untuk melawan serangan virus Corona.

Sumber: Lockdowns around the world bring rise in domestic violence (The Guardian 28/3/2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun