Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Anak Menilai Orangtua Tidak Hanya sebagai Ayah dan Ibu, tetapi sebagai Teman Baik

26 Maret 2020   21:37 Diperbarui: 27 Maret 2020   13:54 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barangkali tiap kita mempunyai pandangan yang berbeda pada figur orangtua, ayah dan ibu. Pandangan itu bisa terlahir karena pelbagai faktor seperti pengalaman kita dengan orangtua, interaksi antara satu sama lain hingga perlakuan orangtua kepada kita.
 
Pengalaman buruk dari orangtua akan menciptakan pandangan buruk pada figur orangtua. Pengalaman manis akan memberikan pandangan yang positif tentang keberadaan dan kehadiran orangtua.

Kalau pengalaman buruk itu dilakukan orang sosok ayah dan ibu dikenal sebagai sosok pelindung dan penyayang, ada kecenderungan untuk membenci figur ayah dan lebih dekat dengan ibu. Bahkan hal itu bisa menghilangkan kepercayaan pada figur ayah, tetapi lebih percaya pada sosok ibu.

Interaksi yang intens antara orangtua dan anak juga akan menciptakan kedekatan dan keakraban antara satu sama lain.

Tidak heran, ada yang memanggil dan menyebut orangtua, baik itu figur ayah atau ibu sebagai sahabat. Pembicaraan antara satu sama lain terlihat akrab dan terbuka. Anak tidak segan untuk menyampaikan pendapat dan pandangan mereka. Orangtua juga menjadi gampang untuk melakukan pendekatan kepada anak.

Tanpa interaksi yang intens dan mendalam, anak juga bisa merasa buta dengan figur orangtua. Mereka bisa saja lebih familiar dengan figur orang lain, daripada figur orangtua yang acap kali absen dari kehidupan harian mereka.

Orangtua Menjadi "Teman Baik" Anak, Mungkinkah?
Orangtua menjadi teman baik bagi anak bukanlah hal yang mustahil. Entah itu ayah maupun ibu, bisa menjadi teman baik bagi anak.

Hal itu menjadi mungkin saat anak mempunyai kedekatan kepada keduanya, atau juga pada salah satu figur. Kedekatan itu tercipta karena pengalaman, interaksi dan relasi yang tercipta.  

Orangtua menjadi teman baik bagi anak sangatlah bermanfaat. Manfaatnya itu bisa bagi perkembangan anak sendiri maupun bagi proses pendidikan orangtua kepada anak.

Pasalnya, saat anak melihat orangtua sebagai figur teman baik, mereka bisa nyaman untuk menyampaikan pandangan, perasaan, pengalaman dan situasi batin mereka. Dengan ini, anak tidak melihat batas yang menghalangi mereka untuk mengekspresikan diri mereka pada orangtua.

Pada sisi lain, orangtua menjadi mudah mengetahui gejolak pikiran dan batin anak. Lewat pengetahuan itu, orangtua bisa tahu bagaimana mengarahkan anak pada jalan yang benar.  

Namun pada saat anak melihat figur orangtua semata-mata sebagai figur pengontrol, pemarah, penasihat, anak bisa saja segan untuk mengekspresikan diri mereka. Alih-alih ingin menyampaikan unek-unek diri mereka, anak mempunyai prasangka dan pikiran kurang enak bagaimana menyampaikan unek-unek itu kepada orangtua. Ini terjadi karena pandangan tertentu yang membatasi relasi mereka dengan orangtua.

Belum lagi, anak cenderung berpikir kalau sia-sia saja menyampaikan perasaan kepada orangtua. Alasannya, orangtua tidak mau tahu dan tidak mau peduli dengan apa yang disampaikan oleh orangtua.  

Saat orangtua berhasil menjadi figur teman baik, anak bisa merasakan kedekatan dan kenyamanan. Faktor ini membuka peluang bagi anak untuk mengekspresikan diri secara bebas dan terbuka.

Kalau memang ekspresi diri itu merupakan sesuatu yang positif, orangtua hadir untuk mendukung. Tetapi kalau ekspresi diri merupakan persoalan, situasi negatif dan pandangan salah, pada titik itu pula orangtua menjadi figur teman yang mengiringi anak pada hal benar.

Suatu waktu saya menanyakan pada seorang anak perempuan, siswa SMP tentang alasan dia  lebih dekat pada figur ayah daripada ibu. Katanya, ayahnya seperti seorang teman curhat (curahan hati). Dia bebas mengungkapkan diri dan perasaannya kepada ayahnya. Bahkan kepada ayahnya dia bisa menyampaikan persoalan yang dihadapi di sekolah dan dengan teman-temannya.

Sementara itu, baginya figur ibunya terlalu menekankan kedisiplinan dan agak berlaku keras dalam mendidik. Sangat sulit mendekati ibunya karena banyak pertimbangan yang akan diberikan.

Kalau sosok ayah, dia begitu terbuka dan memberikan kebebasan kepadanya untuk berekspresi. Jadinya, dia menjadi dekat dengan ayahnya.

Hemat saya, tidak salah seorang anak lebih dekat pada salah satu figur ayah atau ibu. Toh, orangtua bisa saling berbagi cerita tentang pengalaman mereka bersama anak. Dengan kata lain, kedekatan itu tidak bersifat tertutup. Kedekatan itu bisa menjadi alat bagi suami-istri untuk melihat dan menilai perkembangan anak bersama.

Membangun relasi antara anak dan orangtua merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah relasi. Kedekatan itu serupa dengan relasi antara teman baik.

Dalam mana, anak bisa mengekspresikan diri dengan leluasa dan percaya diri. Ekspresi diri anak itu bisa menjadi bahan bagi orangtua untuk mengevaluasi dan mendidik anak.

Gobin Dd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun