Persoalan kemacetan bukan hanya terjadi di Indonesia. Bahkan negara-negara maju juga berhadapan dengan persoalan yang sama.
Seperti Indonesia yang selalu mencari solusi yang tepat untuk mengatasi kemacetan, negara-negara lain juga berupaya agar kemacetan itu tidak mengganggu lalu lintas kehidupan setiap hari. Betapa tidak, secara tidak langsung kemacetan memberikan kontribusi pada ketidakefektifan dari pergerakan kehidupan ekonomi dan sosial sebuah negara.
Seperti yang dilansir dalam theguardian.com (28/2/2020), Luxembourg menjadi negara pertama di dunia yang membangun sistem bebas biaya bagi transportasi umum kecuali untuk kereta api kelas pertama.
Alasan utama pemerintah dari keputusan dan sistem ini adalah untuk memberikan solusi pada persoalan kemacetan yang membelenggu negara ini.
Luxembourg merupakan salah satu negara kecil di Eropa. Populasi penduduknya hanya 614.000. Meski ukurannya kecil, populasi kendaraan juga sangat tinggi.
Meski demikian, banyak pekerja yang datang dari luar negara Luxembourg. Ada sekitar 200.000 pekerja dari negara-negara tetangga yang masuk ke Luxembourg.Â
Salah satu satu membanjirnya para pekerja dari negara lain ke Luxembourg karena gaji yang ditawarkan cukup besar. Masuknya para pekerja ini di satu sisi ikut menghadirkan jumlah kendaraan (bbc.com 19/2/2020).
Kendaraan pribadi menjadi salah satu masalah dari persoalan trafik dari negara Luxembourg. Bahkan Luxembourg merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah kendaraan pribadi tertinggi di Eropa. Â
Hal ini disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang lebih menggunakan kendaraan pribadi baik itu untuk keperluan bisnis maupun waktu luang. Sebaliknya, masyarakat tidak terlalu memanfaatkan fasilitas umum seperti bis dan kereta api.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh salah satu lembaga di TNS Ilres, 47% orang menggunakan kendaraan pribadi untuk keperluan bisnis dan 71% mereka menggunakan kendaraan untuk waktu luang.
Sementara itu, hanya 32% orang menggunakan jasa  bis untuk pergi bekerja dan 19% menggunakan jasa kereta api.
Survey yang dilakukan oleh TNS Ilres ini menunjukkan kalau minat pada kendaraan pribadi lebih besar daripada fasilitas publik.
Makanya, menteri transporatasi Lusembourg, Francouis Bausch mengatakan kalau sistem yang sedang diterapkan saat ini merupakan cara untuk menarik banyak orang menggunakan angkutan umum.
Pembebasan biaya itu akan menghilangkan pendapatan yang diperoleh dari angkutan umum. Ada sekitar 41 juta euro yang akan hilang per tahun dari pendapatan tiket yang dijual ke publik. Mengatasi kehilangan itu, pendapatan pajak negara dinilai bisa menutupinya. Jadinya, ada anggaran tambahan dari negara yang dialokasikan dari pajak.
Meski demikian, membebaskan biaya bagi transporatasi umum tidak disambut positif oleh semua pihak. Menurut Professor Hesse, solusi yang diterapkan oleh pemerintah tidaklah tepat sasar.
Menurutnya, persoalan utama yang menyebabkan banyak jumlah kendaraan pribadi karena gaji yang tinggi dan harga bahan bakar yang relatif murah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Bahkan ada kecenderungan, mobil-mobil dari negara-negara tetangga melakukan travel ke Luxembourg, tetapi mempunyai intensi untuk membeli bahan bakar di Luxembourg. Makanya ada istiliah "turis bahan bakar" (fuel tourists). Mereka adalah orang-orang yang datang dari luar dan pergi ke Luxembourg untuk membeli bahan bakar.
Luxembourg tentunya sudah mempertimbangkan pelbagai kemungkinan dalam memberlakukan bebas biaya bagi penggunaan transportasi publik seperti bus dan kereta api. Dari sisi ekonomi, Luxembourg mungkin sudah siap bila dibandingkan dengan Indonesia.
Tetapi bukan tidak mungkin hal ini bisa menjadi langkah taktis bagi setiap pemerintah untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi.
Mungkin untuk konteks Indonesia, Pengadaan angkutan publik yang nyaman, murah dan aman menjadi salah satu solusi untuk menarik minat banyak orang untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Tanpa menyiapkan transportasi yang nyaman, aman dan murah, banyak orang pastinya lebih memilih kendaraan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H