Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kesetiaan Perkawinan Orangtua, Salah Satu Bahan Pendidikan Seks bagi Anak

25 Februari 2020   06:03 Diperbarui: 27 Februari 2020   12:03 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga menjadi ladang pendidikan pertama yang membentuk pandangan dan tingkah laku bagi anak. Ada banyak pengetahuan dan keterampilan yang bisa diajarkan kepada anak di keluarga.

Sebaliknya, anak juga menilai kalau keluarga (orangtua) menjadi tempat yang tepat untuk mengeksplorasi keingintahuannya.

Tidak heran, sejak usia dini anak sudah menanyakan banyak hal kepada orangtua termasuk soal seks. Bahkan pertanyaan mereka pun berada di luar pikiran orang dewasa.

Anak juga pandai memperhatikan tingkah laku orangtua yang bisa berujung pada keingintahuan dan pembentukan pandangan dan tingkah laku mereka. Pertanyaan demi pertanyaan pun bisa terlahir dari hasi observas tersebut. Mereka juga bisa meneladani dan meniru apa yang dilakukan oleh orangtua.

Kalau apa yang ditunjukkan oleh orangtua bernilai positif, hal itu bisa memberikan dampak positif kepada anak.

Persoalannya saat cara hidup orangtua tidak menunjukkan sisi positif bagi anak-anak. Salah satu sisi negatif yang bisa memberikan contoh dan teladan buruk bagi anak adalah persoalan perceraian dan ketidaksetiaan dalam relasi.  

Keputusan dan tingkah laku orangtua ini mereka ini bisa mengubah dan membentuk mindset pada sikap dan pandangan anak, termasuk pandangan mereka pada seks.

Dua hari lalu, saya berbincang dengan salah satu guru bimbingan konseling di sebuah SMP Negeri di salah satu provinsi Filipina. Perbincangan itu bermula tentang situasi dan kepribadiaan yang melingkupi anak-anak sekolah yang notabene sudah masuk kategori usia remaja.

Guru bimbingan konseling ini menjawab pelbagai macam persoalan yang menghantui anak-anak di tempatnya mengajar ini. Salah satu persoalan yang disampaikan adalah pre-marital sex (seks di luar hubungan pernikahan).

Persoalan ini terlihat rumit saat menimbang pelaku yang melakukannya. Mereka masih berada di bangku sekolah dan belum dikategorikan berusia dewasa.

Ada aneka sebab di balik situasi ini terjadi. Salah satu penyebabnya adalah lingkungan keluarga.

Pada salah satu sisi, ada pembiaran dari orangtua pada anak-anak untuk mempunyai pacar (boyfriend atau girlfriend). Bahkan mereka dibiarkan untuk menginap di rumah pacar tanpa berpikir dampak lanjut dari hal itu.

Selain itu, salah satu sebab lain adalah persoalan di dalam keluarga. Broken family. Broken family ini nampak saat orangtua bercerai dan memutuskan untuk tinggal terpisah.

Anak-anak dari broken family merasa tersakiti. Orangtua yang seharusnya menjadi panutan malah tidak memberikan sisi positif untuk mereka.

Menurut guru bimbingan konseling ini, pengaruh perceraian orangtua menjadi salah satu penyebab besar bagi persoalan pre-marital sex.

Perceraian ini menyebabkan terkikisnya kepercayaan di dalam diri anak-anak. Mereka tidak melihat figur lain yang bisa menjadi penopang dan teladan. Ujung-ujungnya, ada pemberontakan lewat melakukan hal-hal yang negatif.

Apalagi kalau penyebab perceraian itu karena ketidaksetiaan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak secara bersamaan. Ketidaksetiaan ini pun memberikan pelajaran dan kesan yang tidak baik bagi anak-anak.

Pada saat anak-anak melakukan hal negatif, seperti seks usia remaja dan di luar nikah, mereka tidak akan merasa terbebankan. Toh, mereka melihat orangtua mereka tidak menunjukkan wajah kesetiaan sebagai seorang suami dan istri.

Bahkan tidak sedikit yang mungkin melakukan hal ini karena merasa tersakiti. Guna menghindari perasaan tersakiti ini, pergaulan bebas dilihat sebagai sebuah pilihan, tetapi hal itu merupakan sesuatu yang salah.

Saat anak dinasihati dan dilarang, persoalan yang dilakukan oleh orangtua menjadi referensi sebagai pembenaran atas apa mereka yang dilakukan. Jadinya ada benturan antara pemberi nasihat, nilai nasihat itu sendiri dan cara hidup dari pemberi nasihat karena tidak berjalan satu koridor.

Hemat saya, pelajaran pertama tentang kehidupan seks kepada anak-anak bermula dari kehidupan orangtua. Saat orangtua, suami dan istri, menghidupi kesetiaan mereka, anak-anak pun akan melihat itu sebagai contoh yang dipanuti.

Apalagi di balik kesetiaan itu, orangtua juga memberikan penjelasan tentang seluk beluk hidup berkeluarga termasuk soal kehidupan seks yang hanya boleh terjadi bagi yang sudah menikah.  

Apalagi kalau penjelasan itu dibarengi dengan kesetiaan pada pasangan yang satu dan sama. Bukan tidak mungkin, anak merasa yakin pada apa yang dijelaskan karena mereka melihat kenyataan yang terjadi.

Orangtua mempunyai penjelasan yang berdampak kalau mereka sendiri menghidupi hal itu. Mereka menjelaskan tentang sesuatu yang berhubungan dengan seks kalau dihubungkan dengan relasi yang terbangun antara suami-istri.

Situasi relasi antara suami-istri (ayah-ibu) merupakan landasan awal untuk memberikan pendidikan seks. Dengan relasi antara suami-istri, anak-anak diarahkan bukan saja semata-mata pada seks, tetapi pada relasi yang memberikan makna pada seks itu sendiri.

Ikatan setia antara suami-istri menjadi titik awal memberikan pencerahan tentang seks. Makna perkawinan yang membentuk sebuah keluarga menjadikan titik tolak yang tepat untuk memberikan gambaran tentang pendidikan seks.

Gobin Dd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun