Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Biaya Nikah Bukan Beban untuk Satu Pihak, Akan tetapi Tanggung Jawab Kedua Pihak

3 Februari 2020   08:16 Diperbarui: 3 Februari 2020   08:18 1548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto BBC News.com

Sebuah acara pernikahan selalu membutuhkan biaya. Biayanya itu pun bergantung pada rencana.
Kalau rencananya melibatkan banyak hal seperti dekorasi yang mewah, tempat resepsi yang besar, undangan yang banyak dan lain sebagainya, biaya pernikahan itu pun pastinya tidak sedikit.

Tetapi kalau pernikahan hanya dalam kesederhanaan seperti disahkan di institusi agama dan kemudian membuat acara sederhana di rumah dengan beberapa orang yang hadir, biayanya juga tidak terlalu besar.

Pada dasarnya, menikah selalu membutuhkan biaya. Pertanyaannya, siapakah yang mempersiapkan biaya tersebut?

Biaya sebuah pernikahan kadang bergantung pada budaya tertentu. Ada budaya yang mewajibkan pihak laki-laki menanggung mahar tertentu. Mahar itu biasa berupa sejumlah uang dan uang ini bisa dipakai sebagai biaya acara pernikahan.

Ada pula budaya yang mewajibkan pihak laki-laki untuk menyediakan finansial, sementara pihak perempuan yang menentukan model dan bentuk dari acara pernikahan.

Saya ingat cerita tentang seorang teman. Dia menyediakan acara untuk pernikahan salah satu anaknya yang laki-laki. Dia sedikit gusar karena keluarga pihak perempuan bermain peranan lebih besar dalam menentukan jumlah undangan yang hadir dan tempat di mana acara itu berlangsung.

Padahal dana alokasi untuk undangan dan tempat resepsi itu berasal dari pihak laki-laki. Hal ini memang seturut budaya yang mereka anuti, tetapi sebenarnya tidak menutup kemungkinan kalau ada keseimbangan peran dan tanggung jawab antara pihak laki-laki dan perempuan.  

Dia mencontohkan pernikahannya dan beberapa saudarinya. Keluarganya tidak terlalu membebankan pihak pria. Mereka juga ikut berkontribusi untuk acara pernikahan.

Setiap orang menanggung biaya pernikahan bergantung pada budaya dan konteks tertentu.

Hemat saya, sekiranya biaya ditanggung bersama. Kalau memang pernikahan tertentu diikat oleh budaya dengan kewajiban mahar tertentu, sekiranya mahar itu hanyalah bagian dari penghargaan pada budaya untuk acara menikah dan bukan semata-mata sumber anggaran utama untuk acara nikah.

Pihak penerima mahar juga mempunyai tanggung jawab untuk menanggung biaya pernikahan itu sendiri. Kalau bisa biaya itu dibagi rata untuk kedua belah pihak. Toh, pernikahan itu untuk kebaikan kedua belah pihak.

Persoalan mahar dan biaya pernikahan kerap menjadi suasana yang kurang menarik sebelum dan sesudah pernikahan. Persoalannya terjadi saat pihak pembawa mahar tidak membawah jumlah mahar seturut permintaan. Apalagi pihak penerima mahar sangat berharap pada mahar itu sebagai sumber utama biaya pernikahan.

Tidak masalah kalau waktu pembawaan mahar itu terjadi jauh hari sebelum pernikahan. Masih ada kesempatan untuk membatalkan pernikahan.

Tetapi kalau mahar itu dibawa sehari sebelum pernikahan, bisa jadi pihak penyelenggara pesta menjadi shok.

Alih-alih berharap pada pembawa mahar, malah yang dibawa tidak sesuai dengan anggaran pesta. Pastinya, pihak penyelenggara merasa kecewa. Mau membatalkan acara, undangan sudah disebarluaskan. Jadi mau tidak mau, pihak yang menyelenggarakan pesta tetap merayakan acara pesta walaupun dengan hati kecewa.

Namun hal itu bisa berdampak pada perlakuan pada pihak pemberi mahar. Keluarga bisa saja kehilangan respek dan kepercayaan. Jadinya, di mata pihak penerima mahar dan sekaligus penyelenggara pesta, pihak pemberi mahar kehilangan simpati.

Sebaliknya kalau anggaran pesta ditanggung bersama, pastinya persoalan mengenai acara nikah bisa dihindarkan.  

Tanpa mengesampingkan makna dari mahar, bisa jadi kedua belah pihak sepakat untuk memutuskan anggaran nikah. Pembicaraan itu menyangkut tanggung jawab masing-masing pihak. Tanggung jawab itu sama dan tidak membebankan salah satu pihak. Dengan ini, setiap pihak tahu dan sadar kontribusi yang mereka berikan untuk acara tersebut.

Anggaran pesta ditanggung bersama agar kedua belah pihak mempunyai tanggung jawab yang sama saat resepsi mengalami kelebihan dan kekurangan.

Kalau ada kelebihan dari pesta, bukan hanya satu pihak yang disoroti sementara pihak lain dikesampingkan. Sementara kalau ada kekurangan, yang menjadi penyumbang dana utama tidak dipersalahkan.

Kalau kedua belah pihak membagi rata tanggung jawab mereka agar mereka sama-sama bertanggung jawab pada segala konsekuensi yang terjadi.

Toh, kedua belah pihak menikah untuk menjadi satu. Pembagiaan anggaran secara rata menjadi bagian tak terpisahkan untuk menunjukkan persatuan itu kepada orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun