Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Doronglah Anak-anak Bermain daripada Mereka Sibuk dengan Telepon

21 Januari 2020   14:19 Diperbarui: 21 Januari 2020   15:18 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com

Sewaktu masih di bangku SD di tahun 90-an, biasanya setelah pulang dari sekolah, kami akan ke tanah lapang. Bermain sepak bola. Kami bermain di antara kelompok kami sendiri. Ataukah kami menantang dan ditantang oleh anak-anak sebaya dari kompleks lain.

Di tempat kami, bermain sepak bola menjadi hal biasa bagi anak-anak laki seusia Sekolah Dasar di tahun 90-an. Jalan bergrup ke lapangan merupakan pemandangan biasa. Bermain bola bersama di lapangan adalah juga kegemaran umum dari anak-anak laki-laki.

Namun situasi perlahan berubah saat ini. Keponakan saya yang berusia 9 tahun sepulang sekolah biasanya bermain phone. Dia bisa berjam-jam bermain game dengan phonenya.

Di lain pihak juga, kadang saya melihat dua-tiga orang anak sibuk bermain phone bersama. Mereka bisa membandingkan game yang mereka mainkan ataukah berkompetesi game yang sama dengan menggunakan phone mereka masing-masing.

Karena situasi ini, tanah lapang sudah menjadi sepi. Kadang-kadang saja orang bermain sepak bola. Animo ini agak menurun karena minat beberapa anak sudah bergerak kepada phone.

Ada pelbagai macam keuntungan bermain bola setiap sore di tanah lapang. Hal itu bisa membangun sosialisasi diri yang lebih luas dengan orang lain. Kita tidak saja mengenal orang-orang yang berada di dalam lingkaran kita, semisal satu sekolah. Tetapi kita juga mengenal teman-teman lainnya dari sekolah lain atau komunitas lainnya.

Bahkan karena sering bermain bola, beberapa teman juga dipanggil untuk menjadi anggota klub lokal.

Tidak hanya itu, bermain sepak bola menjadi minat banyak orang, menonton turnamen sepak bola menjadi perhatian kami dan nama-nama pemain sepak bola dihafal dengan baik.

Kostum klub sepak bola yang dijual di pasar menjadi buruan. Ada kebanggaan tersendiri saat mengenakan kostum dari tim kesayangan dan nomor kesukaan dari pemain idola.

Namun saat ini, situasi itu agak berubah. Tidak banyak orang yang mengenakan kostum bola. Mungkin hal ini juga terjadi perubahan pandangan tentang pilihan mode. Tetapi ha ini juga bisa dipengaruhi oleh perkembangan situasi saat ini.

Memang sangat sulit untuk membandingkan kehidupan anak-anak saat ini dan pada masa lalu. Kesulitan itu terletak pada perkembangan situasi. Gap antara konteks sekarang dan dulu kian melebar.

Situasi masa lalu memungkinkan anak-anak untuk melakukan hal yang perlahan sudah lenyap pada saat kini. Seperti misal, kebiasaan bermain bola setiap sore saat pulang dari sekolah. Phone belum menjadi barang umum. Pilihan bermain bola menjadi alternatif untuk mengisi waktu di sore hari.

Kebiasaan ini perlahan hilang karena anak-anak sudah terbiasa dengan phone. Phone menjadi pegangan anak-anak. Meski dibuat aturan untuk tidak menggunakan phone di sekolah, tetapi di rumah kadang orang tua melonggarkan aturan.

Ada sebuah keluarga yang menerapkan aturan kepada anak-anak mereka untuk menggunakan phone pada akhir pekan, Sabtu sampai Minggu. Sementara waktu sore hari pada hari-hari lain, anak-anak akan diberikan les tambahan dari sekolah.

Sepulang sekolah, anak-anak istirahat untuk sementara waktu. Tetapi dua jam setelahnya, anak akan dijejali pelajaran tambahan untuk menambah asupan pelajaran di sekolah. 

Menurut ayah dari anak-anak itu, hal itu merupakan kebutuhan agar anak-anak bisa bersaing dengan anak-anak di sekolah. Kalau tidak mereka akan ketinggalan dari teman-teman mereka di sekolah.

Tetapi di lain pihak, sang ayah juga melihat kalau anaknya merasa beban dengan les tambahan tersebut. Anak-anak mereka menjadi terbebankan ilmu, sementara sosialisasi mereka kian terbatas.

Les tambahan memang masih memberi nilai tambah. Tetapi kalau penggunaan phone menjadi sebab yang menghalangi seorang anak menghabiskan waktu di luar rumah, hal itu menjadi sebuah persoalan.

Hemat saya, anak-anak mesti diberikan waktu dan kesempatan untuk bermain selepas pelajaran di sekolah. Biarkanlah mereka bersosialisasi dengan teman-teman sebaya.

Bermain sepak bola adalah salah satu alternatif. Ada banyak alternatif yang bisa membangun semangat sosialisasi pada anak. Waktu sore hari menjadi kesempatan bagi mereka untuk bermain dengan teman-teman sebaya.

Phone mesti dilepaskan. Phone hanya bisa membatasi sosialisasi seorang anak dan hal itu bisa melemahkan semangat bergaul.

Indahnya waktu semasih kecil. Bermain banyak hal dengan teman-teman sebaya. Ada pelbagai banyak permainan yang ikut membantu proses sosialisasi.

Tidak heran, saat bertemu dengan teman-teman bermain saat ini, ikatan masa lalu masih membekas. Kalau teman-teman sewaktu sekolah diikat oleh sekolah, tetapi teman-teman lain diikat karena pengalaman bermain bersama. Jadinya, kami biasa menyebut ikatan ini sebagai "teman bermain."

Ikatan ini pun bisa menguat kalau diorganisir dengan baik. Ada kelompok arisan yang terdiri dari teman-teman bermain sewaktu kecil. Arisan ini menguat ikatan sewaktu masih kecil dan hal itu memberi keuntungan hingga saat ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun