Filipina mempunyai situasi yang hampir serupa dengan persoalan di kepulauan Natuna. Dalam mana, Cina masuk ke perairan Filipina, namun pemerintah terlihat tidak terlalu tegas dalam menanggapi kehadiran mereka.
Contohnya, dalam koran harian yang sama, Inquirer.net (9/1/20) termuat berita tentang 12 kapal Cina yang berada di dekat kepulauan Pag-asa di Laut Cina Selatan. Kepulauan Pag-asa merupakan teritori Filipina.
Kehadiran kapal-kapal Cina di dekat kepulauan Pag-asa meningkat sejak tahun 2018. Pada tahun 2019, pemerintah Filipian mengajukan protes secara diplomatik atas apa yang terjadi di wilayah teritori mereka. Meski demikian, protes itu tidak sejalan dengan realitas yang terjadi.
Lagi-lagi yang membuat berita ini menarik adalah komentar Netizens Filipina. Tidak sedikit netizens yang menyeruhkan nama "Widodo," Presiden Indonesia. Mereka menyebut nama Presiden Jokowi sebagai bentuk perbandingan dalam memecahkan persoalan yang hampir serupa, persoalan teritori negara.
Sebagai orang Indonesia, ada kebanggaan mencuat karena aksi Presiden Jokowi menjadi referensi untuk menyelesaikan persoalan tentang batas negara.
Kehadiran Presiden Jokowi di kepulauan Natuna memberikan pesan dan inspirasi kepada banyak negara. Sebagai presiden, Jokowi menunjukkan kalau pemimpin mesti menjadi yang terdepan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara.
Selain itu, ini juga menjadi pesan bagi kita untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara kita. Kita mesti bangga dengan apa yang kita punyai di dalam negeri, tanpa perlu merasa risih dengan apa yang dimiliki oleh negara lain.
Saat kita merasa inferior dari bangsa lain, saat itu pula kita perlahan menyerahkan kedaulatan kita kepada mereka. Tetapi saat kita menunjukkan diri kita setara dalam mempertahankan kedaulatan kita, saat itu pula bangsa lain merasa segan dengan keberadaan kita sebagai sebuah bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H