Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masyarakat Kita yang Begitu Mudahnya Melabeli "Banci" pada Anak Lelaki

9 Januari 2020   20:38 Diperbarui: 10 Januari 2020   12:35 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata "banci" itu identik dengan kaum pria yang bertingkah laku seperti seorang wanita. Fisiknya laki-laki, tetapi pembawaan dirinya mengikuti gaya pembawaan diri kaum perempuan.

Kata "banci" umumnya disematkan untuk kaum gay. Meski demikian, pandangan lain juga mengatakan kalau tidak semua kaum gay masuk kategori banci karena penampilan fisik mereka sungguh-sungguh sebagai seorang laki-laki, tetapi orientasi mereka berbeda dari orientasi seksual sebagai seorang laki-laki.

Dalam konteks masyarakat kami, yang kuat berpegang pada budaya patriarki, sosok laki-laki identik dengan figur yang kuat, gentle, tegas, kekar dan cekatan.

Tetapi pada saat ada figur seorang laki-laki yang tidak mengikuti pandangan seperti itu, tidak sedikit orang pun yang menilai laki-laki tersebut sebagai seorang "banci." Padahal faktanya laki-laki tersebut mempunyai orientasi seksual sebagai laki-laki pada umumnya dan pembawaan dirinya tetap sebagai seorang laki-laki.

Saya ingat pengalaman sewaktu Sekolah Dasar. Saat salah satu teman kami tidak bisa menyeberang jembatan yang relatif tinggi di sebuah sungai, serentak saja teman-teman yang lain menilai dan mengolok kalau teman itu sebagai seorang banci. Dia disebut banci hanya karena ketakutannya untuk menyeberang jembatan. Padahal faktanya dia adalah seorang laki-laki tulen.

Saya juga pernah dipanggil banci hanya karena tidak mau diajak bertarung dengan teman tetangga. Karena berkali-kali dipanggil banci, akhirnya saya pun mengiyakan ajakan untuk bertarung. Daripada dinilai banci oleh rekan sebaya, lebih baik saya mengikuti keinginan kelompok. Dengan ini pula ikut keinginan kelompok juga menjadi cara untuk menjadi bagian dari kelompok.

Pengalaman waktu itu mengatakan kalau dipanggil sebagai banci merupakan sebutan yang terasa menyakitkan hati, meski konsep tentang banci masih terasa asing dalam konteks sosial. Kaum banci kala itu memang masih dipandang sebagai sekelompok orang yang belum sepenuhnya diakui secara publik dalam konteks sosial.

Untuk menghindari dari sebutan dan panggilan sebagai banci, tidak sedikit orang yang memaksakan diri untuk berani menghadapi pelbagai hal walaupun secara fisik dia tidak mampu.

Tidak sedikit orang juga yang marah dan sakit hati hanya karena dipanggil banci. Ujung-ujungnya hal itu menimbulkan perkelahian dan konflik.

Seorang teman nekat memukul temannya hanya karena dia dipanggil banci saat bermain sepak bola. Atau ada orang yang begitu sakit hati kepada orang-orang tertentu yang kerap menyebutnya banci padahal kenyataannya dia bukanlah seorang banci.

Banci selalu berhubungan dengan anggota LGBT, kaum waria (wanita pria) atau seperti yang saya katakan sebelumnya. Mereka adalah laki-laki, tetapi faktor biologis tertentu membentuk pembawaan diri mereka menjadi seperti seorang perempuan.

Namun dalam konteks masyarakat tertentu, ungkapan "banci" selalu mengarah pada pandangan yang salah. Kalau ada pandangan yang salah, pastinya ada juga sikap yang salah kepada orang lain, termasuk orang yang dikategorikan dalam kelompok banci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun