Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kami Lebih Membutuhkan Ruang dan Waktu daripada Ucapan Selamat Natal

24 Desember 2019   16:52 Diperbarui: 24 Desember 2019   17:20 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Hari raya Natal, 25 Desember merupakan bagian dari perayaan iman bagi umat Kristiani. Sebelum dan sesudah 25 Desember, umat Kristen secara umumnya mempunyai beberapa kegiatan yang berhubungan dengan perayaan natal tersebut. Kegiatan itu pun dibarengi hal-hal yang bernuansa natal.

Hal-hal itu bisa berupa dekorasi natal, lagu-lagu bernuansa natal yang diperdengarkan di media massa, dan pelbagai ucapan natal. Tentunya, ada aturan yang mengatur bagaimana perayaan itu dilaksanakan dan kapan perayaan itu dimulai dan diakhiri.

Secara umum, tanggal 24 dan 25 Desember menjadi kesempatan untuk umat Kristen untuk merayakan natal sebagai ungkapan iman. Tidak menutup kemungkinan kalau perayaan natal pun dilanjutkan setelah tanggal 25 Desember. Hal ini biasa berupa perayaan natal bersama entah itu melibatkan sebuah keluarga maupun institusi tertentu.

Dengan kata lain, perayaan natal merupakan ungkapan syukur yang dibaluti dengan rasa sukacita. Dalam pandangan iman Kristen, sukacita mesti menjadi balutan utama perayaan natal. Tidak heran, dekorasi natal terlihat gemerlap dan situasi natal tampak ceria.

Perayaan natal juga merupakan ungkapan iman. Ungkapan iman itu diwujudnyatakan lewat berdoa.

Dalam konteks hidup beragama, berdoa pribadi mesti dibarengi dengan berdoa komunal. Iman pribadi diwujudnyatakan lewat iman dalam kehidupan komunitas.

Makanya, perayaan natal menjadi lengkap saat adanya ibadah dan perayaan misa. Tetapi kalau tanpa ibadah dan perayaan misa, perayaan natal bisa terjebak pada konsep perayaan sekular.

Makanya waktu dan ruang beribadah atau perayaan misa di tempat ibadah mendapat perhatian khusus dalam perayaan natal. Gereja adalah tempat di mana setiap umat Kristen beribadah.

Dalam konteks agama Kristen, ada pula divisi yang bisa membedakan gereja dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Meski demikian, prinsipnya gereja menjadi tempat yang tepat untuk mengungkapkan iman komunal, terlebih khusus pada perayaan natal.

Perayaan natal adalah perayaan yang bersentuhan dengan hati.  Karena bersentuhan dengan hati, perayaan ini bisa memberikan efek bagi kehidupan seorang dan sebuah komunitas.

Makanya setiap perayaan natal, secara umum umat merasa gembira dan senang merayakan natal di Gereja bersama saudara-saudari seiman. Dengan kata lain, iman pribadi disatukan dengan iman dari sesama yang lain sehingga menjadi sebuah iman komunitas.

Makanya, saat perayaan iman dalam konteks natal mendapat waktu dan ruang, setiap orang pastinya merasakan suasana perayaan itu dan semangat di balik apa yang dirayakan. Tetapi saat ruang dan waktu dibatasi, pada saat itu pula suasana dan semangat perayaan terasa hambar.

Lagi-lagi tahun ini, beberapa umat Kristen di beberapa tempat mendapat kesulitan untuk merayakan iman mereka. Ruang mereka dibatasi.

Siapa pun pastinya sedih dan kecewa saat ruang untuk merayakan iman ini mesti dibatasi. Ungkapan iman yang mesti mendapat tempat mesti dilarang dan dibatasi. Jadinya, perayaan yang seharusnya dirayakan dalam balutan sukacita mesti dinodai oleh rasa kecewa.

Kekecewaan itu tidak saja kepada pihak-pihak yang berinisiatif untuk membatas ruang untuk merayakan natal. Tetapi kekecewaan itu bisa dilayangkan pada pihak-pihak yang mempunyai otoritas untuk mengayomi dan melindungi setiap warga negara untuk merayakan dan mengungkapkan iman mereka.

Membatasi ruang untuk merayakan iman dalam masa natal adalah tindakan yang keterlaluan. Setiap warga negara mesti mendapat ruang yang sama untuk merayakan iman mereka. Asalkan perayaan iman itu tidak merusak dan mengganggu hidup orang lain.

Di balik tindakan membatasi ruang merayakan natal, kita juga dihadapkan oleh seruan-seruan larangan untuk mengucapkan "selamat hari natal."

Larangan seperti ini bukanlah tantangan berarti. Tanpa mengucapkan selamat itu, setiap orang masih bisa beriman. Tetapi saat ruang dan tempat dibatasi, ungkapan iman sekelompok orang bisa dilukai.

Semoga saja di Natal 2019, setiap umat beriman Kristiani bisa merayakan natal di tempat yang nyaman dan jauh dari tindakan-tindakan yang membatasi ungkapan iman tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun