Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sakit Hati Ibu, Saat Ayah Mempunyai Ibu lain

23 Desember 2019   08:17 Diperbarui: 23 Desember 2019   15:23 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak kisah yang bisa membahasakan tentang sosok seorang ibu. Dua sisi yang biasa membaluti aneka ragam kisah itu. Kisah bahagia dan kisah sedih.

Kisah bahagia selalu menghadirkan senyuman dan harapan pada sosok seorang ibu. Kisah bahagia itu bisa dikarenakan relasi dengannya suami di dalam keluarga. Siapapun pasti berbahagia kalau suami begitu setia dengan janji nikah dan kehidupan berkeluarga.

Selain itu, ada juga respek dari suami. Suami memandang istrinya sebagai seorang ibu yang tidak hanya mengandung anak-anak mereka, tetapi salah satu penggerak utama kehidupan keluarga. Bukan rahasia lagi kalau pekerjaan dan peran ibu tidak gampang diganti oleh orang lain.

Namun di balik kisah kasih itu, ada juga kisah pilu dan sedih. Ada tangisan dan kecewa yang berdiam di dalam hati seorang ibu.

Tangisan dan kecewa itu bisa disebabkan kepercayaan yang tidak dijaga dan pengkhianatan pada janji nikah yang dibuat. Tangisan ibu juga terjadi karena kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan.

Adalah Ibu Amara (bukan nama sebenarnya). Seorang ibu beranak tiga.

Suaminya seorang pensiunan polisi. Sewaktu masih aktif bekerja sebagai polisi, dia bekerja dan menetap di provinsi berbeda. Relasi antara keduanya terbangun di atas jarak yang jauh.

Setahun lalu, suami dari ibu Amara ini pensiun dari masa tugasnya. Jadinya, dia kembali ke rumah dan tinggal bersama ibu Amara.

Pernikahan yang sudah hampir berlangsung hampir 25 tahun berujung pada kisah piluh. Sang istri mendapatkan kalau suaminya mempunyai istri lain. Dari hasil relasi suaminya itu dengan wanita lain membuahkan seorang anak.

Berita sedih ini baru diketahui setelah beberapa bulan si suami pensiun dari pekerjaannya. Harapan indah untuk menghabiskan waktu bersama setelah pensiun tinggal kenangan. Yang diperoleh adalah sakit hati. Janji yang dijaga oleh ibu Amara tidak berjalan dengan kesetiaan dari suaminya.

Seketika itu pula, ibu dari tiga anak menjadi "down" dan kehilangan harapan untuk melanjutkan hidup. Situasi ini pun tidak hanya berujung pada kesedihan tetapi juga pada sakit mental dan fisik.

Memang benar yang dikatakan dengan ungkapan kalau "jiwa yang sehat selalu berdampak pada fisik yang sehat." Masalah pengkhianatan itu melukai jiwa sang ibu yang bermuara pada sakit fisik. Akhir-akhir ini, kondisi ibu Amara begitu menurun.

Betapa tidak dii balik keharmonisan ternyata tersembunyi pengkhianatan. Kesetiaan yang dijaga bertahun-tahun berakhir dengan berita buruk.

Kisah dari ibu Amara ini merupakan salah satu kisah pilu yang mengitari kehidupan para ibu dewasa ini.

Ibu adalah seorang perempuan. Ikatan pernikahan menjadikan mereka sebagai seorang istri. Karena hasil dari buah pernikahan mereka, dia menjadi seorang ibu.

Sebagai seorang istri, dia mempunyai tanggung jawab tertentu kepada sang suami. Sebagai seorang ibu, dia bertanggung jawab tidak hanya pada sang suami, tetapi juga kepada anak-anak.

Figur ibu selalu menjadi salah satu pusat kehidupan berkeluarga. Tidak heran, anak-anak menjadi dekat dengan figur ibu. Setiap persoalan yang terjadi, ibu kerap menjadi sandaran pertama untuk meluapkan persoalan tersebut.

Di balik itu juga, tidak sedikit ibu juga mempunyai kekuatan untuk menyimpan persoalan di dalam hati mereka.

Contohnya dari kisah Ibu Amara. Meski dia mengetahui suaminya telah berkhianat beberapa pekan setelah suaminya pensiun, dia tidak sedikit pun berniat untuk menceraikan suaminya.

Bahkan sepekan lalu, sang suami tiba-tiba meninggal dunia. Suaminya terkena serangan jantung. Amara dengan terbuka menerima jenasah suaminya di rumah. Dia juga berusaha menguatkan anak-anak mereka untuk menerima situasi itu dengan tabah.

Selama beberapa hari hingga hari ini, ibu Amara selalu menjadi orang pertama yang menyambut tamu-tamu yang datang untuk melayat. Dia tetap seorang istri dan ibu dari sebuah keluarga.

Persoalan masa lalu pastinya membekas. Tetapi hati sebagai seorang istri dan ibu menguatkannya untuk memikul persoalan tersebut.

Ada banyak kisah menarik tentang sosok ibu. Belajar dari ibu Amara, saya melihat kalau ibu adalah sosok petarung.

Mereka bertarung tidak hanya dengan realitas, tetapi mereka juga bertarung dengan perasaan mereka sendiri. Mereka tidak peduli seberapa besar luka yang menganga di dalam hati mereka. Yang mereka selalu inginkan adalah kebahagiaan keluarga dan orang-orang yang tercinta.

Selamat Hari Ibu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun