Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Singkirkan Handphone dan Biasakan Anak untuk Membaca

4 November 2019   05:19 Diperbarui: 4 November 2019   21:11 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto inquirer.net

Bermain phone menjadi pemandangan umum dari kehidupan anak-anak sekarang ini. Bahkan tidak sedikit anak-anak seusia Sekolah Dasar yang sudah mempunyai phone sendiri.

Salah satu keluarga sempat berkisah tentang alasan mereka memberikan phone kepada anak-anak mereka. Hal itu bertujuan agar memudahkan mereka dalam berkomunikasi.

Seperti misal, saat mereka berada di sekolah dan membutuhkan sesuatu di sekolah , mereka bisa menggunakan phone yang diberikan untuk menghubungi orangtua mereka.

Terlepas dari nilai fungsi ini, tidak jarang juga phone bisa menjadi batu sandungan bagi kehidupan anak. Gara-gara phone, anak menjadi apatis dengan kehidupan sosial.

Mungkin acap kali kita menjumpai seorang anak yang asyik dengan phonenya tanpa peduli pada situasi sekitar.

Selain itu, salah satu akibat dari penggunaan phone adalah anak tidak tertarik dengan kegiatan membaca. Mungkin kalau kita memberikan antara buku dan phone kepada seorang anak, dia akan lebih memilih phone daripada buku.

Phone menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia anak umumnya. Hal ini tidak terlepas dari tawaran yang tersaji lewat phone terutama internet.

Kecenderungan yang terjadi adalah seorang anak terbiasa untuk menonton video-video tertentu lewat internet. Padahal kalau waktu untuk menonton video dipakai untuk kegiatan membaca, pastinya ada banyak manfaat yang terserap lewat kegiatan membaca.

Saya masih ingat saat saya masih berusia Sekolah Dasar di tahun 90-an. Majalah anak-anak menjadi perhatian dari kehidupan anak-anak pada waktu itu. Keluarga yang mampu secara finansial biasanya berlangganan majalah-majalah itu untuk kebutuhan anak-anak mereka di bangku SD.

Saya masih ingat dua majalah anak-anak yang biasa beredar di tempat kami di Ruteng, Flores saat itu. Ada majalah anak yang namanya, "Kunang-Kunang" dan Majalah Bobo. Dua majalah anak-anak ini menjadi santapan bagi anak-anak SD pada umumnya.

Menariknya satu majalah bisa dipinjamkan dari satu anak ke anak yang lainnya. Isi cerita dari dalam majalah pun diceritakan kepada teman-teman yang tidak sempat membaca majalah itu.

Cerita bersambung yang ada di dalam majalah-majalah itu membangkitkan rasa penasaran untuk membaca dan membeli kembali edisi berikutnya.

Bahkan ada sesi tersendiri bagi anak-anak untuk berkreasi dengan menciptakan karya tulis seperti puisi dan cerita pendek. Karenanya, ada usaha dari anak-anak untuk menulis karya tertentu dan dikirim ke majalah-majalah tersebut. Situasi seperti ini secara langsung membantu anak-anak pada waktu itu untuk membiasakan diri dengan kegiatan membaca.

Bila dibandingkan dengan masa kini, situasi masa lalu itu tinggal kenangan manis. Entah di mana rimba dari majalah anak-anak. Kalau mau dibandingkan, membaca majalah anak-anak jauh lebih menarik bagi seorang anak daripada menghabiskan waktu menonton video di phone.

Memang konten video di internet memberikan banyak ruang bagi cerita anak-anak. Tetapi hemat saya, kegiatan membaca jauh lebih membantu perkembangan diri anak-anak.

Kegiatan membaca memberikan banyak manfaat bagi seorang anak. Seperti misal, hal itu bisa melatih daya nalar dan keahlian dalam membaca sejak usia dini.

Karena itu, mesti ada motor yang menjadi penggerak dan pemompa semangat anak agar terbiasa untuk membaca. Pada titik inilah, orangtua dinilai sebagai penggerak utama untuk memompa semangat anak untuk membaca.

Orangtua mengajak Anak-anak untuk membaca bersama.
Orangtua mesti menjadi pendorong terdepan untuk meningkatkan minat baca anak-anak. Membaca bersama-sama, orangtua dan anak, bisa menjadi alternatif yang pas untuk meningkatkan semangat baca anak. Dalam arti, orangtua mesti membangun iklim di keluarga di mana ada waktu khusus untuk membaca bersama.

Dalam waktu ini, orangtua bisa membatasi waktu anak untuk menggunakan phone. Bahkan phone perlu disingkirkan demi kegiatan membaca tersebut.

Kalau secara finansial mampu, anak-anak dibelikan buku-buku seturut dunia anak-anak. Lalu, orangtua menyusun jadwal tetap untuk memberikan ruang dan waktu bersama untuk membaca. Orangtua membaca bukunya sendiri dan sebaliknya anak-anak membaca buku kepunyaan sendiri.

Biasanya, kebiasaan membaca yang tumbuh pada diri anak-anak tidak terlepas dari kebiasaan orangtua. Kalau orangtua sering menunjukkan diri sebagai seorang pembaca buku, bukan tidak mungkin anak-anak bisa meniru kebiasaan itu. Tetapi kalau orangtua jarang membaca buku dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan phone, anak juga pastinya akan mengikuti gaya hidup seperti itu.

Jadi membangun budaya baca pada diri anak bermula dari kebiasaan orangtua. Kalau orangtua menyingkirkan phone untuk membaca, pastinya anak juga melihat hal itu dan mengikuti gaya hidup dari orangtua.

Kegiatan membaca mesti menjadi bagian penting dari kehidupan anak sejak dini. Menikmati pelbagai macam konten di internet tidaklah cukup tanpa bekal nalar yang kuat.

Bekal nalar yang kuat itu dibangun lewat aktivitas membaca yang dilakukan terus-menerus. Karena itu, tidak heran kalau kita sering membaca, nalar kita semakin terasa untuk berpikir tentang pelbagai situasi dan fakta yang kita hadapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun